“Hai, kewarasan! Apa kabarmu?”
Sebuah pertanyaan yang terdengar sarkas dan kasar, namun cukup relate untuk kondisi ibu-ibu seantero Indonesia. Perjuangan menjalani Parentinghood bukanlah sebuah hal mudah. Apalagi di era pandemi ini. Setiap hari kita berjibaku bersama anak di tengah gempuran tugas sekolah online. Bagaimana rasanya? Saya yakin, kita semua satu suara. Lelah dan penat mengungkung jiwa. Dengan luwesnya mereka berkolaborasi melahirkan parenting burn out.
Kondisi di atas pasti akan dialami oleh setiap ibu. Saya pun tidak menampik, kewarasan pikiran dan hati sangat diuji setahun belakangan. Ingin sekali bisa melihat anak-anak menuntut ilmu dengan cara yang wajar dan semestinya, alih-alih menatap laptop sepanjang waktu. Rasa stress semakin menjadi ketika si sulung harus melaksanakan PAS. Sementara dua adiknya juga harus tetap diperhatikan.
Syukurlah, minggu sengsara (demikian saya menyebutnya) PAS sudah terlewat. Kadar burn out sedikit berkurang, namun tetap rajin menyapa pikiran. Jika kondisi demikian terjadi lagi, saatnya kita belajar mengubah mindset agar parenting burn out dapat membantu kita menentukan goal sebagai orang tua. Mungkin 3 cara berikut bisa dicoba:
1. Sadari bahwa tugas utama anak adalah menjadi anak-anak
Hal pertama yang selalu saya lakukan setelah si sulung selesai PAS adalah mengajaknya kencan murah meriah. Jangan dibayangkan bepergian ke tempat umum seperti mall. Cukup jalan berdua saja membeli es krim kesukaannya di minimarket terdekat, sambil bergandengan tangan dan ngobrol santai. Kami melakukannya berdua tanpa gangguan dari si tengah dan si bungsu.
Saya berusaha menanyakan perasannya selama ujian. Biasanya dari sana akan terkuak pula perasaan si sulung saat harus menerima kemarahan dari mamanya selama ujian. Momen ini akan saya manfaatkan untuk meminta maaf atas sikap yang mungkin kurang tepat.
Sering kita berpikir bahwa tugas utama anak adalah belajar. Namun sebenarnya tugas terbesar mereka di masa anak-anak adalah menjadi dirinya, tanpa harus terbebani memuaskan keinginan dan ambisi orang tua. Menjadi seseorang yang layak untuk diterima dan dikasihi. Menjadi pribadi yang senang bermain. Menjadi orang tua memang berat. Namun terkadang kita lupa, hal ini juga berlaku bagi anak-anak– bahwa ada hari-hari berat bagi mereka.
2. Belajar merespon tingkah negatif anak dengan cara yang baru
Saya sering merasa mendadak darah tinggi jika melihat si bungsu mencari perhatian sepanjang waktu. Alamak, anak ragil saya ini bossy sekali. Pertunjukan berteriak dan menjerit sering menjadi tontonan tak menyenangkan. Dengan jujur saya mengakui,dua perilaku tersebut membuat stok kesabaran melonjak drastis bahkan bertengger di posisi minus.