Ada sebuah kiriman video yang menunjukkan seorang anak kecil, saat diajak bicara, hanya merespons jawaban dengan berbicara angka-angka saja. Disinyalir karena obsesi orang tuanya yang begitu tinggi untuk membuat si anak pandai matematika, hasilnya justru membuat si anak stres. Obsesi berubah menjadi petaka.
Semua orang tua di dunia pastilah ingin memiliki anak yang pandai. Mereka ingin anak-anaknya akan menjadi orang-orang sukses di masa depan kelak. Keinginan itu tentu tidak salah. Peran orang tua memang penting di dalam keberhasilan seorang anak. Akan tetapi banyak orang tua, di dalam mencapai tujuan itu, tanpa disadari menjadi pribadi yang memberikan tekanan (pemaksa), dan bukan bertindak sebagai mentor (pengarah).
Untuk mendorong anak-anak mereka sukses di masa depan, orang tua berusaha menggunakan berbagai macam cara. Misalnya mengikutkan anak-anaknya ke berbagai macam les privat, mulai dari les kumon, les MIPA, les Inggris, les Mandarin, dan banyak les privat lainnya. Mengikutkan anak-anak di dalam les privat semacam itu memanglah tidak salah, tetapi hal yang perlu dipikirkan adalah apakah itu merupakan kebutuhan utama yang diperlukan oleh sang anak atau bukan.
Orang tua boleh saja memilihkan bagi anak-anak lembaga penyelenggara les privat yang bagus bahkan mengikutkan mereka ke banyak jadwal belajar yang baik. Akan tetapi orang tua juga perlu menyadari tentang adanya keterbatasan fisik dan pentingnya anak-anak memiliki waktu bermain bagi diri mereka. Orang tua tidak boleh secara egois merenggut kebebasan masa kecil mereka.
Beban Anak-Anak Zaman Now
Suatu kali saya mengikuti pertemuan orang tua murid di sekolah anak saya. Saya cukup terkejut dan merasa miris ketika mendengarkan laporan kepala sekolah tentang adanya orang tua yang memaksakan kehendaknya agar anak-anak mereka mengikuti berbagai macam les privat. Mulai dari Senin – Sabtu, anak-anaknya mengikuti berbagai macam les privat, baik setelah pulang sekolah hingga malam hari.