Pertama,
keteladanan dari single mother yang tanpa mengeluh bekerja keras memenuhi kebutuhan keluarganya.
Ibu Ayu bekerja sebagai penjahit wanita dengan bayaran yang tidak seberapa. Dia selalu tidur larut malam agar bisa memenuhi nafkah keluarga.
Film ini bukan hanya bagi anak-anak, tetapi pelajaran bagi seorang ibu agar tidak gampang patah menghadapi kehidupan yang keras. Ibu sederhana yang lemah lembut ini dikontraskan dengan ibu Evi yang terus menuntut suami untuk membelikan mobil baru hanya karena teman-temannya punya mobil baru.
Kedua,
keteladanan dalam hal mengajar di kelas.
Seorang guru tidak hanya mengajar, melainkan mendidik.
Guru tidak seharusnya gampang menghakimi murid yang datang terlambat. Dalam kasus Ayu, gurunya sempat menunjukkan sikap tidak simpati kepada Ayu karena Ayu datang terlambat. Ternyata Ayu terlambat ke sekolah karena menolong seorang nenek yang kesukaran naik ke jalan raya. Dia pun sempat memberikan air minumnya.
Di sini sang kepala seolah menunjukkan sikapnya yang bijak. Dia tidak langsung menjatuhkan hukuman, melainkan mengorek lebih jauh soal keterlambatan Ayu. “Bu, jangan telalu keras terhadap Ayu ya,” ujarnya menasihati guru kelas Ayu.
Baca Juga: To Teach Is To Touch: What it Means to be a Teacher
Ketiga,
keteladanan dalam hal kedermawanan.
Meskipun hidupnya sendiri pas-pasan, saat Ayu melaporkan bahwa Pak Karta, tukang kebun sekolah, bajunya sudah robek di sana sini, rela memberikan baju mendiang suaminya yang masih baru plus sarung baru.
“Memberi bagi orang lain itu harus yang terbaik,”
begitu nasihat ibunda Ayu yang memang ayu wajahnya.
Keempat,
keteladanan dalam hal tanggung jawab.
Seorang temannya bermain bola dan memecahkan kaca kantor sekolah, Ayu mengaku dirinyalah yang melakukannya karena tidak ingin teman-teman sekolahnya dihukum semua.
“Kalau berani melakukan, berani pula bertanggung jawab,”
begitu pesan yang hendak disampaikan. Jangan jadi seorang pengecut.
Kelima,
keteladanan dalam memberikan pengampunan.
Meskipun berkali-kali Ayu dirundung Evi dan teman-teman se-geng-nya, dia tetap memaafkan mereka. Bahkan ketika Evi, bersama anak-anak kecil lain diculik oleh jaringan penjahat trafficking, dialah yang menyuruh kedua temannya lapor polisi. Ayu sendiri mengalihkan perhatian para penjahat itu sampai terjatuh dalam mengalami patah tulang kaki.
Baca Juga: Anak Merasa Di-bully? Inilah Respons Orangtua yang Tepat
Film ini diakhiri dengan pemberian penghargaan pramuka kepada Ayu. Teladan yang baik bagi anak-anak SD agar berprestasi bukan saja di bidang akademik tetapi juga sosial-spiritual. Itulah sebabnya mengapa Presiden Jokowi sampai mengeluarkan Keppres bahwa film bisa dijadikan sarana penguatan karakter atau, dalam bahasa Presiden, revolusi mental.
Meskipun sempat dituduh komersialiasi dunia pendidikan lewat nobar bersama, saya secara pribadi menganjurkan agar bukan hanya anak-anak, melainkan orang tua dan guru untuk menonton film ini.
Mari kita menjadi pribadi titipan surga di tengah dunia yang semakin mirip neraka ini.