Bagaimanapun serunya perdebatan di medsos, alangkah bijak jika kita memberi ‘masukan’ saja kepada Karin yang baru, sekaligus introspeksi bagi diri kita sendiri.
Pertama, jangan pernah menghakimi bahwa seseorang tidak bisa berubah.
Watuk gampang tombone, watak kui digowo sampek mati. Batuk memang gampang diobati, namun watak atau karakter kadang sampai maut menjemput tetap bergelayut tanpa pernah hanyut.
Benarkah begitu? Tidak!
Banyak contoh bisa kita dapatkan bukan saja dari tokoh-tokoh masyarakat, melainkan dari lingkungan keluarga sendiri.
Kedua, jangan terlalu cepat menghakimi orang yang sedang berusaha menstransformasi diri.
Kecurigaan, tudingan, dan cacian justru kontraproduktif.
Orang yang mau berubah pun bisa kembali seperti semula, bahkan lebih jahat lagi saat niat baiknya kita curigai.
Kalaupun di balik perubahan itu ada niat yang tidak baik, biarlah dia menghadapi Sang Pemilik Kehidupan.
Ketiga, jika kita tidak bisa memberi sumbangsih apa-apa terhadap tekadnya untuk berubah, diam saja sudah cukup.
Untuk apa menjegal niat seseorang. Toh, kalau niatnya busuk, dia akan tersandung sendiri.
Lalu, apa yang bisa kita jadikan cermin bagi diri sendiri?
Pertama, pakai medsos untuk hal yang positif.
Misalnya, menyebarkan kebaikan dan mendorong orang lain untuk melakukannya. Saat vakum beberapa saat, Karin ternyata berada di Palu, Sigi, dan Donggala untuk membantu pemulihan paska bencana. Sekali lagi, jangan kotori pikiran kita sendiri dengan prasangka buruk bahwa apa yang dia lakukan hanyalah pencitraan dan mendongkrak popularitasnya.
Baca Juga: Siap dan Yakin, bahkan jika Itu Berarti Pulang: Catatan Seorang Relawan Perempuan Palu
Kedua,
jika kita pernah memakai medos kita hanya untuk mengeksploitasi hal-hal buruk dan tidak pantas, curhat, menyebarkan hoax, bahkan mem-bully orang lain,
sudah saatnya kita berhenti.
Meskipun jejak digital itu susah dihapus dan bisa saja menghantui kita di kemudian hari saat kita sudah tobat,
berhenti dari hal buruk—meskipun dianggap terlambat—tetap lebih baik daripada tidak sama sekali.
Baca Juga: Antara Iba dan Dusta: Pelajaran Berharga dari Drama Penganiayaan Ratna Sarumpaet
Ketiga, saat kita menyebarkan benih kebaikan, percaya saja, suatu saat kita akan memanen kebajikan.
Jika bukan di masa kita hidup, anak cucu kita akan menikmatinya.
Jika Anda setuju dengan apa yang saya tuliskan, men-share kepada orang lain jelas membuat Anda ikut menebar benih kebaikan itu.






