Hari ini genap empat malam saya menemani putri kecil saya menginap di rumah sakit. Malam sebelumnya suhu tubuh anak saya kembali naik ke angka 39 sehingga kami benar-benar panik. Namun, untungnya pagi ini setelah diberi injeksi penurun panas akhirnya suhu tubuhnya kembali normal.
Putri kecil saya yang memang luar biasa aktif ini mulai bisa makan kembali walau tak sebanyak porsi biasanya. Ia juga mulai aktif kembali. Saya senang melihat wajah cerianya mulai muncul di sela sayup-sayup tatapan matanya.
Ketika malam hari tiba, saya merasa lega. Ah, hari ini terlalui juga. Demikian kira saya sembari memejamkan mata.
Belum lama mata saya terpejam, alarm dari alat infus yang terhubung ke tangan kecil putri saya berbunyi nyaring. Kali pertama alat itu berbunyi saya langsung memanggil perawat, yang dengan santai membetulkan posisi selang infus anak saya – yang katanya terlipat.
Tak selang berapa lama, alarm kembali berbunyi dan saya memanggil perawat kembali. Perawat berbeda datang dan kembali dengan santai membenarkan selang infus anak saya – yang, lagi-lagi, katanya terlipat.
Kali ketiga, alarm berbunyi lagi! Padahal rasa-rasanya saya sudah hampir berada di alam mimpi. Dengan perasaan kesal, saya memanggil perawat kembali. Perawat yang berbeda tetapi wajahnya cukup familier [mengingat kami sudah 4 hari tinggal di rumah sakit ini] masuk.
“Suster, ini alarmnya kok bunyi-bunyi terus? Sudah tiga kali, lho …” tanya saya agak kesal. Ada-ada saja, sih, saya kan mau tidur.
Perawat menyalakan lampu kamar dan ia langsung mengecek tangan kecil putri saya yang dipasangi selang infus. Bengkak!!