Setiap kali kedukaan terjadi, kita cenderung melihat ke belakang, mencari tanda-tanda untuk peristiwa tak terduga itu.
“Beberapa hari yang lalu, ia begini dan begitu. Oh, ternyata ia memang meninggalkan pesan. Mungkin ia tahu kalau bakal meninggal,” demikian perkataan beberapa orang.
Saya rasa ini adalah salah satu cara kita memaknai hidup. Seperti yang pernah dikatakan Soren Kierkegaard, “Life can only be understood backwards; but it must be lived forwards.”
Kadang, di tengah realita menyedihkan di masa kini, kita perlu menarik mundur untuk melihat peristiwa-peristiwa yang menjadi “tanda-tanda”. Mungkin dengan demikian, kita akan merasa kuat, karena apa yang terjadi sepertinya lebih bisa diterima dengan akal.
Namun, bukankah hidup ini bukan sekadar masalah untuk dipecahkan, tetapi juga misteri untuk dijalani?
Mengapa kita tak bisa menerima saja bahwa ada saat-saat di mana kita tak tahu apa yang sedang terjadi?
Di dalam ketidaktahuan tentang mengapa hal ini dan itu terjadi, kita masih dapat melangkah maju. Melangkah memasuki misteri, yang menjadi cara kehidupan untuk mengingatkan kita tentang keterbatasan diri.
It’s ok untuk tidak tahu dengan apa dan mengapa satu hal terjadi. Adalah tidak jujur untuk selalu merasa tahu mengapa ini dan itu terjadi.
Di dalam ketidaktahuan, kita bisa tetap melangkah maju. Menjumpai misteri yang mengingatkan kita pada kerapuhan diri.
Di dalam misteri, diri kita memohon dengan lirih,
“Sang Sumber Kehidupan, berjalanlah bersamaku.
Aku takut.”