Apa batas antara mimpi dengan kenyataan?

“Bryan! Bryan! Bryan!” Bryan bangun dari ranjang dengan mata setengah terpejam. Ia perlu waktu untuk menyadari dirinya berada di rumah Dimas.

“Bryan! Bryannn!” Kepalanya pusing mendengar gedoran di pintu. Ia membuka pintu. Anissa berdiri di situ dengan baju setelan biru.

“What?” tanya Bryan setengah mengantuk.

“Gue sama Dimas mau ke first service. Lo entar pergi sendiri sama Lisbeth,” jelas Anissa. “Kamar Lisbeth di seberang situ.”

“Hmmm ….” Bryan masih berupaya mengembalikan kesadarannya.

“How’s last night?” goda Anissa sambil melipat kedua tangannya.

I think she’s pretty drunk.” Bryan menggaruk kepalanya. Berusaha mengorek ingatan tentang kemarin malam.

Why?”

“She kissed me.” Bryan tertawa gelisah.

“Olalaaa ….” Anissa berdendang dan tertawa puas. “Let me tell you a little secret. I diluted Lisbeth’s sake. The alcohol content is less than three percent, just a teeny weeny a bit higher than a grape juice.”

“What? Oh sh*t!” Bryan teringat, kemarin ada dua botol sake. Anissa menuang sake ke Lisbeth dan Dimas menuang sake untuknya. “Argh!” erangnya kesal.

“What did you do?” Anissa terkekeh melihat Bryan tiba-tiba tampak segar.

Gue cuman tunjukin kain-kain yang gue beli buat dia.”

“Trus tau-tau dia cium lo?” goda Anissa.

“Erh … yeah … I think so. Well, I don’t know!” Wajah Bryan memerah.

“Then … congratulations, Darling!” Anissa menepuk pipi Bryan. “She meant it. She’s not drunk. Only tipsy.”

“You!” Bryan kehabisan kata-kata.

I’m what? Cunning? Cunningham is my middle name, Darling. Enjoy your day.” Anissa meninggalkan Bryan sambil tertawa. Suara stiletto-nya menggema di lorong.

Bryan termangu. Jadi, apakah dia yang mabuk kemarin malam? Apakah kejadian semalam nyata? Atau hanya di impiannya? Ternyata bukan Lisbeth yang mabuk melainkan dirinya?

***

Lisbeth merasakan getaran ponsel di dekat bantalnya. Dengan perlahan, ia meraih ponselnya dan menebak nama Mami atau Papi yang ada di sana.

Morning, Lisbeth.

Ternyata dari Bryan. Ingatan kemarin malam berpendar di benaknya. Kain-kain, tile, sebuah pengakuan dan their kisses. Pipi Lisbeth terasa panas.

Bryan is typing ….

Are you awake now?

You are typing …. 

Yes

How’s your sleep? 😉

Good. U?

Never been better. 🙂

Pipi Lisbeth merona. Bagaimana mungkin tiga kata bisa membuat Lisbeth begitu berbunga-bunga?

Bryan is typing …

 I had a sweet dream last night. I dreamed I asked you to become my girlfriend and you said yes.

Ya, setelah mereka berciuman, Bryan mengulang pertanyaan lagi, dan Lisbeth setuju. Jantung Lisbeth berdebar. Ia merasa ada ribuan semut berjalan di punggungnya.

Bryan is typing ….

Is it only my dream? Or did you also have the same dream? 🙂

Pikiran Lisbeth terasa kosong sedangkan jantungnya berlari maraton. Malam kemarin adalah malam pertama ia bisa tidur nyenyak. Tubuhnya terasa hangat, seperti diselimuti oleh selimut sutra. Dan ciuman mereka, bagaimana ia bisa menjelaskannya? Itu bukan ciuman pertamanya. Jimmy pernah menciumnya, tetapi Bryan berbeda. Ini bukan an awkward three-seconds-lips-touching. Kemarin malam, rasanya seperti kembang api.

Beberapa menit berlalu, Bryan beberapa kali mengetik sesuatu lalu menghapusnya. Akhirnya, jemari Lisbeth mengetik, Yes.

Then open the door, please. 🙂

Lisbeth berjalan ke pintu dengan bertelanjang kaki. Ketika ia membuka pintu, Bryan sudah berdiri di sana dengan rambut tersisir rapi dan parfum musk menggoda hidungnya.

Dengan senyuman, Bryan membuat tanda selamat pagi, lalu membentuk tanda hati dengan kedua jempol dan jari telunjuknya. Selamat pagi – Cinta.

Melihat Lisbeth tersipu malu, tawa muncul dari mulut Bryan.

“Thank you.” Bryan memberikan flying kiss, dalam ASL. Namun, jika biasanya tangannya turun, kali ini Bryan sengaja menempelkan jemarinya ke bibir Lisbeth. “Morning kiss,” goda Bryan.

***

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here