Doa apa yang pernah kamu panjatkan, tetapi yang terjadi justru sebaliknya? Kau meminta A, tetapi yang didapat hal yang berlawanan. Kesal, bukan? Namun, benarkah jawaban doa yang terbaik adalah yang sesuai dengan yang kita minta?

Dua orang sudah berdiri menanti di depan kafe saat mobil Bryan memasuki tempat parkir. Bryan menelan ludah. Kepalanya sudah pening semalam ketika Lisbeth mengirim pesan dan berkata ada anak yang berminat.

Namanya Danar. Nanti Danar tinggal di butik Lisbeth, tidak tinggal di Sentul.

Bryan berbohong dengan dua huruf. OK. Tidak, ini tidak OK. Sama sekali tidak!

Saat melihat Bryan turun dari mobil, Lisbeth langsung melambaikan tangan. Dengan kaku, Bryan membalas lambaian tangan Lisbeth. Gadis itu berdiri di sebelah seorang pemuda jangkung bermata bening dengan kulit sawo matang.

 “Pagi, Bryan,” sapa Lisbeth cerah. Ia menunjuk pemuda jangkung di sebelahnya. “Ini Danar.”

Pemuda itu segera maju lalu menggenggam tangan Bryan dengan kedua tangannya yang hangat. “Pagi, Pak Bryan.”

“Pagi,” jawab Bryan singkat. Ia membuka kunci, lalu mulai melakukan aktivitas rutinnya; menyalakan lampu dan AC, beranjak ke dapur, memasukkan kartu namanya ke mesin absensi. Lisbeth dan Danar, berdiri dengan jengah tak tahu harus melakukan apa.

“Bryan, Danar harus apa?” tanya Lisbeth sambil tersenyum. Tanpa menjawab, Bryan menuju ke rak celemek dan memberikannya kepada Danar. Ia baru menyadari Danar menggenakan pin dengan gambar smiley bertuliskan “Hai, Saya Tuli.”

Ia memberikan serangkaian checklist kepada Danar. “Pagi, nyalakan lampu, absen.” Bryan menunjuk mesin absen. “Menuang es.” Ia membawa Danar ke tempat es. Selama beberapa menit, ia sibuk menjelaskan urutan yang harus Danar lakukan di pagi hari. Menyiapkan sedotan dan tisu. Menata meja dan kursi. Mengepel. Bryan berpindah ke daerah dapur.

“Sirop, aloe jelly, mango jelly, herbal jellychocolate jellystrawberry jelly, kolang-kaling, susu, krim.” Dengan cepat, Bryan menunjukkan tempat-tempat ia menaruh aneka pernak-pernik topping bubble tea. “Inget?”

Danar hanya mematung. Tampak jelas ia kebingungan. Bryan hanya menghela napas. Dimas berengsek!   

Ia baru akan mengulang penjelasannya ketika Lisbeth melambaikan sebuah kertas di hadapannya. Ternyata, Lisbeth sudah menggambar denah dapur dan memberi keterangan untuk semua benda yang tadi ia ucapkan.

“Betul?” tanya Lisbeth. Matanya yang besar polos menanti jawaban Bryan.

“Susu, krim.” Bryan menunjuk ke dua kotak yang belum diberi keterangan oleh Lisbeth. Dengan masih tersenyum, Lisbeth menambahkan keterangan. Lalu ia berbalik ke Danar, dengan cepat tangan Lisbeth bergerak bicara dalam Bisindo sambil sesekali menunjuk denah yang ia gambar. Danar memperhatikan dengan saksama.

Tak berapa lama kemudian, Ayu datang disusul Rusdi. Setelah memperkenalkan Danar serta mengatakan bahwa ia akan membantu di outlet, Rusdi tampak girang.

“Bisa bantuin bersihin grease traps juga kan, Koh Bos?”

“Satu, satu, Di. Baru juga masuk,” jawab Bryan cepat. “Danar mau bicara sesuatu?”

Dengan malu-malu, Danar berkata, “Halo, saya Danar. Maaf, saya Tuli.” 

Bryan memandang berkeliling ketika ia menyadari wajah Lisbeth berubah. Senyum lenyap dari wajah Lisbeth. Ketika para pegawainya berjalan ke pos masing-masing. Lisbeth menghampiri Danar lalu berbicara sesuatu. Danar mengangguk-angguk, mengiakan kata-kata Lisbeth. Karena penasaran, Bryan mendekati mereka.

“Ingat, Danar. Katakan ‘Hai, Saya Tuli’. Bukan, ‘Maaf saya Tuli’. Tuli bukan kesalahan. Mengapa harus minta maaf?” 

Danar mengangguk. “Halo, saya Tuli,” ulang Danar.

Lisbeth memberi jempol kepada Danar. “Iya. Kita tidak perlu minta maaf. Danar di sini bekerja, bukan mencuri,” imbuh Lisbeth seraya menepuk bahu Danar. “Semangat!”

Percakapan singkat itu membuat Bryan serasa mendengar suara Bu Euis. Menjadi Tuli bukan kesalahan, apalagi aib yang memalukan.

“Bryan?” Lisbeth melambaikan tangan di hadapannya sambil tersenyum lebar. Hilang sudah wajah serius yang Lisbeth pertontonkan tadi. “Aku pergi dulu ya. Buka butik,” pamit Lisbeth seraya menunjuk ke jarum pendek di jam dinding besar yang hampir menunjuk angka 10. “Kalau Danar … sudah selesai … sif pagi .. ke butik saja. Ada kamar. Danar bisa istirahat.”

Bryan mengangguk canggung. Ia menyangka Lisbeth akan segera berbalik dan menghilang, tetapi Lisbeth malah mendekati Bryan. “Terima kasih. Bryan memang baik.” Senyuman hangat tergambar di bibir mungil Lisbeth.

Bryan merasa darahnya berdesir. Sebelum ia sempat menjawab, Lisbeth sudah berbalik dan meninggalkan aroma lembut lavender.

***

Lisbeth berjalan kaki dengan riang. Jarak butik dengan outlet Bubbly Tea hanya dua blok. Tempat ini lokasi premium karena persis di sebelah jalan utama. Sewanya pun tidak murah, tetapi pemula sepertinya butuh lokasi bagus. Setelah menyapa Tini yang sedang merapikan baju-baju, Lisbeth menuju ke atas seraya membuka ponselnya.

Jimmy sedang di Prambanan. Pesan terakhir yang dikirim Jimmy tertanggal dua hari yang lalu. Pesan yang ia kirim kemarin pun belum dibalas. Jimmy pasti sibuk.

Jemari Lisbeth sibuk mengetik.

“Pagi Yang, sudah makan? Sampai kapan di Prambanan? Kirim fotomu, ya. 🙂 Doakan butik mulai ada pelanggan, Yang.”

Lisbeth menutup pesannya dengan emotikon hati berwarna merah jambu. Sambil menunggu pelanggan, Lisbeth membuka majalah terbaru. Matanya tertumbuk ke pengumuman. Next Dream Designer. Dengan cepat, matanya menyapu semua persyaratan yang harus ia penuhi. Ini kesempatan bagus untuk membuat namanya makin dikenal. 

***

Setelah beberapa hari, Bryan mulai terbiasa dengan pemandangan Danar dan Lisbeth menunggu di depan outlet. Tanpa dikomando, begitu Bryan membuka pintu, Danar langsung memasukkan absensi di mesin, menggunakan celemeknya, dan mulai membuat boba. Mau tak mau, Bryan mengakui Danar rajin. Setiap noda di meja selalu ia bersihkan dengan sigap. Ketika tugasnya sudah selesai, Danar berdiri di pojok dapur, menunggu Ayu atau Rusdi memberinya perintah. Jika sif paginya sudah usai, menjelang closing malam hari, Danar datang lagi. Dalam diam, ia mengepel seluruh ruangan, membalikkan kursi, mengelap semua counter, dan membersihkan tea and coffee maker

Malam ini, ia baru akan closing ketika Danar datang bersama Lisbeth. Bryan teringat grease trap minggu ini belum dibersihkan. Bryan memberi isyarat supaya Danar mengikutinya. Di sebelah tempat cuci piring, ada gudang kecil, Bryan membuka pintu lalu menunjuk sebuah kotak stainless steel yang tersambung dengan pipa buangan.

Grease trap,” jelas Bryan. “Untuk menyaring kotoran-kotoran dari tempat cuci piring sehingga pipa buangan tidak tersumbat minyak dan kotoran.” Danar mengangguk.

Ketika Bryan membuka tutup stainless steel, bau busuk menyeruak. Bryan teringat kali pertama ia harus membersihkan grease trap. Ia mual-mual dan ingin muntah. Grease trap terdiri atas kotak bersekat tiga. Pada sekat pertama, tampak beberapa potongan boba, jeli, serpihan ayam goreng, sedangkan sekat kedua sampahnya sudah tidak berbentuk, lebih menyerupai lendir ubur-ubur. 

“Lihat saya,” perintah Bryan. Lalu ia mulai mengangkat saringan dari sekat dan membersihkannya. Berulang kali, ia menciduk gumpalan dan cairan berlendir. Saking sibuknya, Bryan sama sekali tidak sadar bahwa Lisbeth ikut berdiri di belakang Danar dan memperhatikan.

***

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here