Ketiga, di dalam hidup kita butuh kejutan.
Kejutan yang bisa diduga — apa lagi ini? Wkwkwk — tetap kita terima dengan senang hati.
Ketika silver wedding anniversary, kedua anak saya merancang pesta perak pernikahan saya dengan Susan, dengan mengundang keluarga dan pengurus organisasi di mana saya terlibat, tanpa memberitahu kami berdua. Hasilnya sungguh mengejutkan bagi saya dan istri. Istri lebih terkejut lagi karena datang ke venue masih pakai sandal, sedangkan gaun dan sepatu dia tenteng. Soalnya, anak saya berkata bahwa kita hanya foto di studio dan makan satu meja saja.
Demikian juga dengan kejutan ultah saya. Rekan-rekan di multimedia dan staf kantor datang ke sekolah. Karena jam 10 memang ada rapat koordinator, Miss QQ naik ke lantai tiga untuk memanggil saya yang saat itu masih mengikuti acara Holiday Program anak-anak elementary school. Begitu turun, satpam wanita kami, Ami, berdandan ala Annabelle yang sedang happening di bioskop, nyamperin saya sambil membawa lilin ultah. Menjelang pulang Miss Agnes Maria—di sekolah kami biasa saling memanggil Mister dan Miss—mendatangi kantor saya dan memberikan kado. Madu Hutan. Pas sekali karena setiap hari saya mengasup satu sendok madu sebelum sarapan pagi, padahal Bu Agnes—demikian biasa saya memanggilnya—tidak mengetahui kebiasaan ini. Malam harinya, saat ‘dinner together’ hanya dengan keluarga, Sarah menghadiahi saya tas dengan tulisan ‘Xavier University’, sebuah kampus di Cincinnati and Norwood, Ohio, AS.
Keempat, kado yang customized.
Kado—baik berupa makanan maupun barang—biasa kita terima saat ultah.
Kado pertama datang dari orang wanita yang saya cintai dan mencintai saya. Orang itu adalah Fransisca Xaviera Susana. Pekerja keras di rumah ini adalah ibu anak-anak saya. Kadonya berupa kabel data yang dia carikan khusus untuk saya, karena gadget saya tidak bisa dihubungkan dengan kabel sembarangan.
Setiap kali ultah, saya paling banyak mendapatkan hadiah berupa makanan, terutama kue tart baik dalam bentuk roti maupun buah. Namun, ada beberapa yang spesial mulai dari kerupuk khas dari luar pulau sampai kue pandan homemade alias dia buat sendiri.
Seorang sahabat yang sering muncul sebagai bintang untuk mempromosikan acara ‘pedang’ mengirimi saya tumpeng. Ibu cantik yang satu ini begitu bangga jika hasil masakannya saya puji—karena memang haujek—meskipun kali ini tumpengnya pasti beli. Saya kasih komentar demikian: “Masakanmu lebih menyayat ketimbang pedangmu” yang dia balas, “Menyayat hati Pak!” yang saya balas lagi, “Menyayat lidah!”
Kado makanan terbaik datang dari orang yang mengolahnya dengan cinta!
Seperti hari kedua ultah. Saat itu saya dan anak saya lunch di resto yang chef-nya teman sekamar anak saya waktu kuliah di Melbourne. Saat mau pulang, Kevin, memberi kejutan dengan mengeluarkan chocolava cake legendarisnya, yang kali ini dibuat custom untuk saya dengan tulisan “Happy Birthday Mr. Xavier Q. P.”
“Lho, kami tidak pesan dessert,” ujar anak saya. “Sudah kenyang.”
Pramusaji berkata, “Compliment dari chef!”