When life gives u lemons, and you make not only lemonade but also ayam saus lemon, lemon cake, honey lemon, lemon ginger, then hundreds lemon drinks and dishes, I bet you’re a mom! 😜
Bahkan chef profesional kalah kalau lawan emak-emak, yes?
“Maaaa, laperrr….”, teriak anak saya dari kamarnya. Saya kehabisan bahan karena pak sayur nggak kunjung lewat, lantaran istrinya opname. Di situlah saya merasa tidak berdaya. #mulailebay
Baiklah, mari buka kulkas! Dipandangi seberapa lama pun, yang ada bahan-bahan itu saja, persis sama seperti kemarin. Duh, di momen ini saya jadi merindukan pak sayur lebih dari pak suami. #eh
Namun, yang namanya mama tetap saja ada akalnya; yang penting teriakan lapar itu segera berhenti, berganti dentingan sendok garpu dan kunyahan lahap. Lebih bonus lagi kalau bisa melihat wajah puas anak-anak menikmati masakan mamanya, yang selalu paling juara karena dimasak pakai cinta.
Ok. Fokus mama kembali ke kulkas. Hmm…. Kemarin sudah masak ayam jahe, hari ini masak bakmoy, deh. Besok kalau pak sayur masih tak muncul, masih bisa masak rawon tanpa manisa.
Dalam hati jujur saya sering merasa bersalah; saya tahu anak-anak butuh sayur. Mereka perlu makanan bergizi yang rupa-rupa warnanya, dan banyak kali saya alpa menyediakannya. Mungkin ibu-ibu lain juga bergumul dengan rasa bersalah dalam berbagai hal yang berbeda. Topik utamanya rasa bersalah, sub-topik bisa jadi beragam. Saya jarang bertemu dengan ibu-ibu yang yakin caranya membesarkan anak 100% benar dan bahwa ia telah sempurna menerapkan semua yang ia yakini benar itu. Sampai di sini sudah pusing? Atau manggut-manggut setuju?
Saya sendiri banyak bergumul. Ketika merasa cukup yakin telah melakukan yang terbaik untuk anak-anak, ada saja alasan untuk kembali ragu dan bertanya, “Sudahkah saya menjadi mama yang baik bagi mereka?” Pertanyaan selanjutnya, “Mampukah saya?”
Sekeras apa pun kita berusaha, kita mungkin tak akan pernah menjadi mama yang sempurna. Tapi siang itu saya bertekad sepuasnya memandangi anak-anak makan masakan saya –yang jauh dari sempurna itu– dengan lahap. Pssstt… siang ini saya juga dapat bonus, pujian dari mereka, “Mama ini enak banget, terima kasih sudah dimasakin makanan yang enak. Hmm… enak ya!” Mamanya jadi terharu ini. Duh, Nak, mau dimasakin lagi seribu panci? Mama sanggupi kalau kalian manis begini.
Jadi, dari dapur saya –yang jauh dari sempurna– terkirim salam untuk para mama yang dalam keterbatasannya, terus berupaya dan bertekad memberikan yang terbaik dari dirinya bagi yang dikasihinya. Kalian juaraaaa!
“Keterbatasan bukan halangan, juga tidak selalu menjadi batu loncatan, tapi ia adalah teman di sepanjang perjalanan. Berdamai dengannya, membuat kita bisa menikmati yang masih kita miliki”.
(Dariku, yang masih dalam perjalanan berteman dengan keterbatasan)