Episode 5

Tak ada respon istimewa lain selain isak ibu dibalik saputangan putih berenda dua naga. Dan menjadi pusat keheranan kami, kenapa kain yang penuh bercak tinta itu tetap saja dipakai bahkan saat resepsi pernikahan saudara. Lalu terjawab saat di video ayah terlihat mengusap dahinya dengan saputangan yang serupa. Ah romantisme ala film jaman dulu ternyata masih dianut oleh mereka.

Tak mengira juga lelaki dibalik kulit keriput bertato tersebut ternyata lembut hati pada perempuan yang dicintainya.  Ibu memang sering bercerita sekalipun ayah jago memainkan sejumlah senjata tajam tapi pantang menyakiti perempuan secara fisik maupun verbal. Suatu hal yang tak mudah ditemui di tengah fenomena berita KDRT. Sering kali realita yang ada adalah KDRT terjadi saat para suami/istri stress dimarahi atasan/bisnis rugi tapi kemarahannya dialihkan pada pasangan/anak di rumah.  

Layar televisi kemudian menghitam, dan kami beranjak pulang tanpa banyak percakapan selain berbasa-basi dengan pengacara. Tempat pertama yang kami sambangi adalah vihara dimana paman ahkirnya mengabdi setelah ibu menyakinkan dirinya akan baik-baik saja. Vihara hanya berjarak beberapa meter dari crematorium dan dalam sekali waktu ibu mengunjungi dua lelaki yang terpenting dalam hidupnya. 

Pastinya yang membuat kami keheranan adalah realita bahwa ayah masih mempunyai tabungan serta tanah di luar kota. Ibu selalu percaya ayah mengatakan semua hal termasuk tentang harta, dan setelah video tersebut ditayangkan maka sepertinya kepercayaan itu mulai luntur. Aku yang dari awal memang tak percaya pada ayah, tetiba merasa bahwa  realita  yang  tak diungkapkan adalah jalan yang terbaik versi ayah untuk melindungi ibu.  Gampang iba dan tak kuasa mengatakan “tidak” pada orang lain memang menjadi kelemahan sekaligus kelebihan ibu yang ternyata bibitnya juga tumbuh pada diriku. Permasalahan yang mungkin akan terjadi di kedai juga bermula dari iba. Ya memang bukan kesalahanku kalau ternyata Daniel dan Winnie  saling mengenal, bahkan lebih. Tapi tetap saja ada rasa bersalah yang terjadi.

“Ta, kamu lebih baik mengunjungi paman setelah ibadah puja besok. Dia paling bijak di antara keluarga kita.”

Saran ibu menutup perbincangan kami di roof top apartemen malam ini, seiring puntung ke lima sudah dibenamkan ke dalam pot.  Aku tak yakin malam ini bisa tidur pulas dengan sederet rasa bersalah di hati dan pertanyaan di otak. Pikiran-pikiran ini tak berhenti sampai bisa berbincang dengan paman. Ah aku pikir jadi kecanduan akan nasihat paman. Entah bagaimana jadinya kalau kelak sudah waktunya paman meninggalkan keduniawian, lalu pada siapa aku akan bertanya?

**

“Jadi lelaki itu yang membuat langkahmu berat?” Seraya berucap, paman terlihat mengarahkan pandangannya ke arah kanan dari tempat nya berdiri. Sering kali paman terlihat menakutkan bagi kami terutama walau menguntungkan juga kalau dipikir.  Tanpa harus  menghabiskan tenaga dan waktu untuk menjelaskan, paman sudah bisa tahu apa yang menjadi masalah kita. Hanya saja kami jadi tidak bisa berkata bohong walau kami pikir itu demi kebaikan. White lie istilahnya.

Seperti 15 menit yang lalu, tak terencana bertemu Daniel saat di toko dupa. Detik ini sudah bersama paman memandang Daniel dari jauh sedang berbincang seorang Bhante. Ternyata saudara sepupu jauh Daniel berdiam di vihara di mana paman akan mengabdikan diri dan menjadi bhante pembimbing bagi calon samanera.  Sebuah kebetulan yang menyenangkan sekaligus menakutkan dan sepertinya kekuatiran dipahami paman. 

“Iya, sekilas ada semburat wajahya mirip ayah. Sungguh lucu, dulu membenci ayah, tapi sekarang menyukai sosok yang tak  jauh beda,  bahkan saat tersenyum. Nanti paman lihat sendiri ya seberapa banyak persamaan di antara mereka.”

“Benci tapi rindu atau pengalihan dari rasa bersalah pada ayahmu? Rasa cinta atau apapun emosi yang terjadi pencetusnya diri sendiri bukan?  Langkah beratmu juga karena expectasi mu agar semua rencana menuju zona nyaman mungkin terhalang karena realita yang pernah terjadi sebelumnya?” 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here