Itulah video title dari instastory yang dibagikan vanessaangeloffical. Dari instastory yang saya lihat, tampaknya video itu diambil dari sisi kiri mobil yang Vanessa tumpangi bersama suami. Tulisan itu seperti pesan terakhir Vanessa karena saat membaca berita di detik.com sekitar satu jam yang lalu, Vanessa bersama suami meninggal dunia karena kecelakaan di tol Jombang.

Saat membaca tulisan itu saya kembali diingatkan sabda Tuhan yang berbunyi: “Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap.”

Dari nasihat super bijak di atas, paling tidak saya merenungkan tiga hal ini.

Pertama, hal yang utama dan terutama dalam hidup ini adalah arti hidup 

Selama menjalani kehidupan di muka bumi ini apakah hidup kita bermakna atau tidak. Salah satu buku yang menggugah dan mengubah hidup saya ditulis oleh Rick Warren. Judulnya The Purpose Driven Life. Hidup memang harus punya tujuan. Di dalam bab 3 buku itu tertulis demikian: “You weren’t put on earth to be remembered. You were put here to prepare for eternity.”

Kedua, hidup itu seperti uap

Saya ingat waktu di rumah saya dulu di Blitar. Saat membuka tutup nasi, saya melihat uap yang menyergap wajah saya. Hangat. Harum. Namun, sekejap kemudian uap itu hilang. Tidak peduli seberapa panjang usia kita, dibandingkan kekekalan, hanya sekejap saja.

Ketiga, setelah itu lenyap

Secara fisik kita memang lenyap, tetapi tidak adakah yang tersisa? Tentu! Kenangan! Kenangan apa yang ingin kita tinggalkan bagi anak cucu kita? Dalam buku The 7 Habits of Highly Effective People, Stephen R. Covey meringkaskan hidup menjadi empat L: yaitu to Live, to Learn, to Love dan to Lay a Legacy. Nah, warisan apa yang kita tinggalkan bagi generasi yang akan datang?

Pertanyaan Vanessa, “Ada yg bisa tebak aku ke mana?” merupakan pertanyaan bagi kita semua. Jangankan satu tahun ke depan, satu bulan, satu minggu, satu hari, satu jam, satu menit, bahkan satu detik ke depan pun kita tidak tahu hidup kita seperti apa.

Buku kedua yang menginspirasi sekaligus memberi arti hidup saya adalah karya John Ortberg berjudul When the Game Is Over, It All Goes Back in the Box. Bagi Ortberg, hidup adalah seperti permainan catur  yang setelah selesai dimainkan, masing-masing karakternya akan kembali ke kotaknya. Bukankah kita pun suatu kali akan kembali ke ‘kotak’ kita?

‘Buku’ ketiga yang saya baca adalah tulisan di sebuah nisan di Karrakatta Cemetery di Perth, Australia Barat. Saya menghadiri pemakaman ayah seorang sahabat. Ketika berjalan menyusuri nisan marmer di pemakaman yang sejuk itu, tiba-tiba saya disadarkan oleh sesuatu yang kecil tetapi sangat berarti. Di antara deretan nisan itu selalu tertulis tanggal lahir dan tanggal kematian orang yang dimakamkan di sana.

Tiba-tiba saya seperti melihat ‘cahaya’ dan mendengar ‘suara’ seperti apa yang St. Paul alami. Tanda ‘-‘ di tengah yang memisahkan antara tanggal lahir dan tanggal kematian itulah yang paling penting dalam hidup kita. Bukan panjang-pendeknya, namun seberapa besar dampak positifnya. Di dalam hidup yang bak uap itu, apa yang sudah kita kerjakan bagi Sang Khalik dan sesama?

Mari kita renungkan bersama.

Semoga keluarga yang ditinggalkan diberi kekuatan dan penghiburan.

·       Xavier Quentin Pranata, berdomisili di instagram @xavier_qp

2 COMMENTS


  1. Warning: Attempt to read property "ID" on bool in /home/ributruk/public_html/wp-content/plugins/podamibe-custom-user-gravatar/pod-custom-user-gravatar.php on line 179
    janneman usmany

    Terima kasih Pak Xavier


  2. Warning: Attempt to read property "ID" on bool in /home/ributruk/public_html/wp-content/plugins/podamibe-custom-user-gravatar/pod-custom-user-gravatar.php on line 179
    Paksi EP

    Ringkas, tapi padat makna. Terima kasih atas refleksinya, Pak Xavier. This one got me, thanks for bringing this up: “You weren’t put on earth to be remembered. You were put here to prepare for eternity.” (R. Warren)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here