Sebenarnya alam sudah beranugerah kepada kita. Dalam batas tertentu, reaksi-reaksi yang kita munculkan sebagai ekses terpapar adalah manuver spontan dari tubuh dan mental kita agar tetap terproteksi dari bahaya. Masalahnya, reaksi ini akan terekam dalam memori, dan menjadi reaksi otomatis, meski kelak kita tidak sedang dalam bahaya.

Saya ulangi, meski kelak kita sedang tidak dalam bahaya. Hal ini terutama akan terjadi jika efek terpapar berlangsung dalam jangka panjang (chronic life-stress exposure). Nah, reaksi otomatis inilah yang kemudian merusak sistem imun tubuh kita, mendistorsi persepsi kita, dan mengacaukan perilaku rasional kita. Maka muncullah berbagai keluhan fisik seperti auto imun, gangguan detak jantung, asma, darah tinggi, bahkan yang lebih berat penyakit kanker bisa menghampiri kita. Secara mental, kita bisa mengalami depresi, mengalami gangguan kecemasan, insomnia, dst. 

Bayangkan, saat kita sedang asik bekerja tiba-tiba perasaan cemas merasuk pikiran kita tanpa sebab yang jelas. Ketika kita mendengar suara ambulan, jantung kita berdetak lebih cepat padahal kita tidak tahu persis untuk siapa suara ambulans itu dibunyikan. Dalam bahasa Psikologi kita mengenali sebagian dari ciri-ciri ini sebagai tanda gejala PTSD (Post Traumatic Stress Disorder). 

Rawat diri dengan hal-hal ini

Maka usaha merawat diri sendiri tidak dapat kita tawar lagi. Kita membutuhkan kesadaran penuh bagaimana reaksi tubuh dan mental kita selama pandemi dan bagaimana langkah pencegahannya. 

1. Latihan pernafasan dalam dan panjang, 3 kali sehari, setiap kali selama 10 menit. Ini adalah cara yang ampuh meregulasi sistem otak (nervous system) yang sudah merekam memori negatif. Artinya cara ini dipakai untuk meneduhkan reaksi otak yang cenderung selalu siaga. 

2. Ciptakan lingkungan hidup sekitar kita sepositif mungkin. 

3. Pastikan aktivitas hidup tetap berjalan rutin untuk menjaga diri tetap produktif. Namun ijinkan juga diri kita beristirahat sebanyak yang dibutuhkan. 

4. Hindari berita, orang, atau percakapan yang bersifat toxic. Ganti dengan interaksi yang membangun. 

5. Bicarakan dengan seseorang jika kita mengalami perasaan yang tidak nyaman, seperti cemas, insomnia, sulit fokus, dan gelisah.

6. Carilah bantuan profesional jika no. 5 di atas, tidak menolong kita. Jangan anggap remeh dengan menunda-nunda mencari pertolongan. 

7. Tetaplah beribadah secara rutin. Jangan bolos ibadah, sebaliknya semakin dekatkan diri kepada Tuhan. 

8. Masukan kegiatan self-care alias merawat diri sebagai bagian dari aktivitas rutin kita. Jangan menunggu stres berkepanjangan baru melakukan self-care, itu sudah terlambat. 

Akhirnya, harapan kita adalah ketika pandemi covid-19 telah menjadi sejarah, kita dapat berkata, “Saya masih waras”.

When covid-19 become history, I’ve already saved my sanity

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here