Sambil menunggu mesin cuci ‘menyelesaikan tugasnya’ saya menonton film pendek berjudul “If Anything Happens I Love You” bersama istri. Film animasi 2D ini berkisah tentang pasutri yang duduk masing-masing di dua kutub meja makan yang panjang. Mereka makan sambil tertunduk. Ada vas bunga yang memisahkan mereka. Tampak sekali mereka tidak menikmati menu hari itu berupa spaghetti with meat ball

Dari bayangan yang ‘keluar’ dari tubuh mereka, tampaknya mereka baru saja bertengkar. Apa yang mereka pertengkarkan penonton tidak mendapatkan informasi tahu sampai adegan selanjutnya.

Tanpa menyelesaikan makanannya, sang suami meninggalkkan meja makan. Sementara itu sang istri hanya mengaduk-aduk spaghetti-nya dan meninggalkan meja makan. Dia hendak memasukkan cucian ke mesin cuci. Saat lewat kamar anaknya yang sedikit terbuka, dia ragu-ragu untuk masuk, dan memutuskan untuk meneruskan tugasnya.

Ketika cucian selesai, dia mulai mengeluarkan pakaian bersih yang masih setengah basah. Di dalam mesin cuci tersisa satu T.Shirt warna biru. Begitu dia keluarkan, kaos ukuran kecil itu didekapnya sambil menangis.

Saat tertuduk mendekap kaos itulah tanpa sengaja sebuah bola jatuh menggelinding, masuk ke kamar anaknya dan ‘memutar’ piriangan hitam yang ada di lantai. Mendengar musik itu sang istri kaget. Demikian juga sang suami. Serentak mereka masuk dan melihat seekor kucing menari-nari seakan mengikuti irama lagu.

Mereka duduk berdampingan di ranjang anak dengan tetap membisu kelu. Terbayang kembali bagaimana si kecil dulu dilahirkan, menyemarakkan rumah. Mereka membesarkan putri tunggalnya dengan penuh kasih sayang. Sang putri gemar bermain bola dan mendengarkan musik.

Kisah berlanjut adegan demi adegan. Tampak sang suami keluar rumah dan ketika melihat tembok yang terkelupas dan ditambal cat biru, dia ingat bagaimana dia berperan sebagai keeper dan putri tunggalnya menendang bola sampai merusak plesteran dinding rumahnya. Dengan wajah cerita tanpa dosa, sang putri justru mengolesi bekas lubang itu dengan cat.

Sementara itu sang istri melamun sendiri di depan taman bunga yang tinggal daun. Bayangannya tampak merawat tanaman itu sehingga menghasilan bunga yang bermekaran. Namun, faktanya tanaman itu berdaun tanpa bunga. Bayangan indah itu sekejap sirna.

Mereka pun mengingat kembali saat sang putri berusia 10 tahun dan dirayakan. Secara diam-diam sang ibu melihat anak putrinya mengalami cinta monyet terhadap seorang temannya dan melakukan ciuman pertama. 

Masih terbayang di benak mereka saat mereka mengantar sang putri masuk sekolah. Saat berpisah, tampak dua bayangan hitam papa dan mama itu mencoba menghalangi sang putri masuk sekolah hari itu. Namun, sia-sia. Kisah ditutup dengan rentetan tembakan dari dalam ruang kelas yang berhias bendera Amerika. Film kartu berdurasi hanya 12 menit karya Will McCormack dan Michael Govier itu, meski singkat, sungguh menyayat hati yang melihat. Penggalan kisah kelam penembakan pelajar di sekolah di Amerika menjadi ide cerita yang sangat menyentuh.

Apa yang bisa kita petik dari film ini? 

Pertama, kenangan seburuk apa pun, perlu kita tinggalkan jika kita ingin melanjutkan hidup baru. Bukan kebetulan jika saya menyaksikannya pada tanggal 31 Desember. Forget the past, but remember the lesson

Kedua, kita justru mengingat orang yang selamanya tidak berada bersama kita saat mereka pergi untuk selamanya. Biarlah kita mengingat masa-masa indah saat mereka masih ada  bersama kita. Ingatan itulah yang membuat kita percaya bahwa orang-orang terkasih sudah bersama Bapa di surga.

Ketiga, jangan biarkan kehilangan orang-orang tercinta membuat kita kehilangan orang yang paling dekat dengan kita yang masih sama-sama berjuang mengobati luka. Kebersamaan justru membuat luka  itu cepat sembuh dan kita bisa melanjutkan hidup.

Selamat menonton. Jangan lupa bawa tisu.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here