Tanggal 9 Desember nanti, kita yang sudah punya hak pilih diharapkan datang ke TPS untuk mencoblos, tentu saja dengan menjaga diri sesuai protokol kesehatan yang telah ditetapkan pemerintah. Meskipun bukan siapa-siapa, saya adalah salah seorang yang banyak ditanya soal pilkada, to the point saja: siapa yang sebaiknya kita pilih. Mengapa saya pakai kata ‘sebaiknya’? Karena kata ‘seharusnya’ kesannya paksaan. Bukankan memilih atau tidak memilih adalah hak asasi kita sebagai manusia. Namun, saya himbau agar kita semua menggunakan hak pilih kita dengan benar, karena suara kita ikut menentukan masa depan bangsa dan negara, minimal wilayah kita sendiri. Bukankah kesejahteraan wilayah merupakan tanggung jawab setiap penghuninya?

Karena bukan pengamat politik, apalagi politikus, saya akan memberikan wawasan yang saya punyai dari pergaulan saya dengan keduanya (baca: politikus dan pengamat politik). Dari perbincangan saya dengan mereka, dengan akar rumput, dan juga observasi saya sendiri baik pengamatan langsung maupun dari media massa, paling tidak ada 3 pertanyaan instrospeksi yang bisa kita jadikan pertimbangan.

Pertama, bagaimana relasi calon tersebut dengan keluarganya? 

Jika dia tidak bisa memimpin keluarganya sendiri—yang nota bene lingkup terkecil—bagaimana dia bisa memimpin wilayah, apalagi negara. Keharmonisan keluarga menjadi pertimbangan utama. 

Jenjang karier seseorang di mana pun berada seringkali menganut peraturan ini: siapa yang setia dalam hal kecil akan diberi tanggung jawab dalam hal yang besar. Jika seorang terbukti sukses saat diberi tanggung jawab kecil, maka atasannya memberinya kesempatan untuk mengelola tanggung jawab yang lebih besar. Apakah dia sukses di jabatannya yang dulu? Apakah jabatan itu cocok dengan posisi yang dia incar saat ini?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here