“Apa?” Tanya saya penasaran, “Dia mengaku punya selingkuhan?”
“Bagus kalau dia bilang seperti itu, aku bisa langsung memutuskannya saat itu juga!!”
“Lalu apa dong?” Naluri kepo saya makin bergejolak.
“Dia tiba-tiba bilang kalau di masa lalu, ia sering menggunakan jasa wanita panggilan. Dan sewaktu kami berhubungan LDR, kebiasaannya itu kembali lagi padanya.”
Lagi-lagi saya dibuatnya tak bisa berkata apa-apa. Tapi entah bagaimana saya bisa merasakan apa yang ia rasakan pada saat itu. Sebagai sesama wanita, saya bisa memahaminya.
Pengakuan yang Membuat Jijik
“Bayangkan, Fel, pernikahan kami sudah di depan mata. Aku jujur merasa jijik begitu mendengar pengakuannya. Tapi aku bingung apa yang harus kulakukan. Ia berharap aku bisa menerima kekurangannya ini. Tapi aku dilema. Aku yang dengan teguh menjaga keperawanan, justru dihadapkan pada kenyataan seperti ini.”
“Lalu, bagaimana kamu menanggapinya?”
“Aku diam selama beberapa hari. Aku takut membuat keputusan. Jujur, Fel, aku takut kalau mama papa marah. Mereka tipe orang yang sangat kolot, menganggap pertunangan itu sudah seperti pernikahan. Sangat serius dan sangat tabu untuk dibatalkan. Aku malu juga untuk bercerita hal yang sebenarnya pada mereka. Sejak kecil aku tak dekat dengan mereka, aku takut jika bercerita mereka memaksaku menerima kenyataan ini dan melanjutkan rencana pernikahan,” Jawabnya.
“Pada dasarnya saat itu juga kamu ingin memutuskan hubunganmu dengannya ya? Tapi, kamu tidak berani melakukannya? Karena keluargamu dan keluarganya?”
“Betul sekali! Kamu memang pengertian banget, Fel!” Ucapnya bercanda.
“Aku ingin memutuskan pertunangan dan juga memutuskan hubungan dengannya. Tapi aku galau, sehingga aku menunda-nunda cukup lama sambil mengumpulkan keberanian.”
“Bagaimana kamu mengakhirinya?”
“Aku berpikir panjang dan lebar. Aku rasa jika aku tidak membuat strategi yang baik, tak mungkin aku bisa memutuskan hubungan begitu saja. Kedua orang tua kami berhubungan dekat. Di sisi lain, aku dan kedua orangtuaku justru tidak dekat. Akhirnya aku memutuskan agar biar diriku saja yang terlihat buruk, supaya masalah lebih cepat kelar.”
Terpaksa Bersandiwara
“Sewaktu di Cina aku punya teman baik. Aku ingat dulu aku dan pacar sering berantem karena aku dekat dengan temanku ini. Tapi sumpah, Fel, aku hanya menganggap dia sebagai kakak laki-lakiku saja. Sampai saat inipun, hubungan kami tak berubah, hanya sebatas itu. Aku menceritakan masalahku padanya dan ia mengatakan tak keberatan jika aku ingin menjadikannya sebagai tameng. Yang penting ia ingin masalahku lekas selesai, agar aku tidak terus menerus terombang-ambing, sementara waktu terus berjalan, dan hari pernikahan juga sudah makin dekat.”
“Right. Jadi, kamu menjadikan temanmu sebagai tameng? Seperti apa? Aku kok tidak paham?” Jawab saya.
“Aku berkata pada tunanganku waktu itu, aku sudah berhubungan dengan teman cowokku ini semenjak di Cina, dan perasaanku sudah berubah kepadanya. Waktu mendengar itu tunanganku marah besar, ia malah mengumpat-ngumpatku dan berkata bahwa aku telah berselingkuh dan tak setia padanya! Bayangkan, Fel, ia boleh tidur dengan banyak wanita dan tidak menganggap dirinya sedang selingkuh! Gila ga?”
“Gila, iya gila. Tapi setelah itu masalah langsung selesai? Kalian putus begitu saja?”