Kenyataan pahit keempat: Tuhan mengambil suamiku dengan sangat tiba-tiba
Hari itu aku sudah memanggil petugas laboratorium yang memang secara rutin memeriksa kondisi kesehatan suamiku yang semakin menurun. Saat laboran tiba, kulihat suamiku masih tertidur pulas di kasurnya. Ia memang tampak lebih lemas dibanding biasanya. Kulitnya terlihat lebih pucat dari biasanya, hanya saja saat itu tak pernah kubayangkan ternyata suamiku sedang meregang nyawa.
Aku meminta laboran segera mengecek kondisi suamiku. Kami berusaha membangunkannya, namun gagal. Laboran tersebut berkata bahwa nadi suamiku masih berdetak, namun terasa sangat lemah.
Satu-satunya yang dapat kupikirkan adalah aku harus menghubungi orang terdekat, karena aku tak mungkin sanggup menghadapi hal ini seorang diri. Aku lalu menghubungi keluargaku yang segera datang diikuti dengan mobil ambulan. Dokter yang datang beserta ambulan mengecek dan menyatakan bahwa suamiku sudah meninggal kira-kira setengah jam yang lalu.
Pikiranku sungguh terasa kosong. Untung saja ada anggota keluarga yang bisa berpikir cepat dan membantuku menguruskan pemakaman suamiku dan membantuku menghubungi keluarga suamiku.
Sepanjang upacara pemakaman aku hanya bisa mengingat bagaimana beberapa waktu terakhir hubungan pernikahan kami semakin buruk, dan kami terus menerus berkelahi sepanjang waktu. Seandainya saat itu aku tahu, bahwa ia akan meninggalkanku secepat ini, mungkin aku akan lebih sabar menghadapinya dan lebih telaten merawatnya. Walau dokter pernah berkata bahwa suamiku bisa saja tiba-tiba meninggal, jujur aku tak pernah siap ketika saat itu benar-benar tiba.