Bencana wabah Covid-19 mencengkeram dunia. Banyak orang orang di berbagai belahan dunia menjadi khawatir dan takut. Namun, mungkin orang tidak sadar bahwa dalam bencana pun ada hal-hal yang tersingkap tentang perilaku manusia. Pembelajaran yang berharga di tengah bencana yang ada.
1.Melihat dan memahami watak orang yang sebenarnya
Di saat wabah mulai merebak, kita akan bisa melihat siapa yang memang mengambil kesempatan dalam kesempitan, siapa yang karena begitu paniknya menjadi egois dan irasional. Kita juga bisa melihat siapa juga yang punya integritas dan siapa yang masih peduli pada orang lain. Pada saat Covid-19 telah mewabah di kota Wuhan, kita bisa melihat ada banyak orang yang mau jadi sukarelawan untuk mengirimkan makanan, mendirikan dan men-setting rumah sakit darurat, bahkan bersedia menjadi tenaga medis di kota tersebut. Seorang teman saya pun mengirimkan masker ke negeri tirai bambu itu untuk menolong mereka.
Satu hari setelah Presiden Jokowi mengumumkan ada WNI yang terkena corona, baik masker maupun handsanitizerkeberadaannya sulit ditemukan. Kalaupun ada, pasti dengan harga yang mahal. Berkebalikan dari kebanyakan orang yang membeli dengan jumlah banyak untuk dirinya sendiri, ada sekelompok sukarelawan yang membagi-bagikan masker dan handsanitizer secara gratis di stasiun Depok. Ternyata masih ada orang yang peduli pada orang lain dan tidak egois.
Masih ingat dengan seorang pedagang sembako di Teluk Gong yang tidak menaikan harga barang pada saat masyarakat panic buying? Yup, dia mendapatkan penghargaan dari pemerintah. Saya percaya ada banyak pedagang yang tetap memiliki integritas di Bumi Pertiwi ini, hanya saja mereka tidak viral di medsos.
2.Menikmati lebih banyak waktu di rumah bersama dengan keluarga
Pada saat Jakarta mulai meliburkan sekolah-sekolah dan beberapa perusahaan mulai mengimbau karyawannya untuk bekerja dari rumah, hal ini membuat orang tua maupun anak jadi berkumpul di rumah. Bukankah ini adalah kesempatan langka di tengah dunia yang super sibuk? Orang tua biasanya pulang larut malam di mana anak-anak sudah tidur. Suami istri pun menjadi jarang berkumpul dan komunikasi menjadi terbatas. Tak jarang hal ini membuat hubungan suami istri, orang tua dan anak menjadi renggang. Semoga dengan situasi ini, hubungan dalam keluarga bisa menjadi lebih baik karena ada lebih banyak waktu berkumpul yang berkualitas dengan seluruh anggota keluarga.
Memang sih, banyak orang yang mengeluh, “Mau ngapain di rumah selama dua minggu?” Mengapa menjadi bingung? Bekerja dari rumah itu tidak berarti liburan. Kita tetap bekerja, hanya saja dilakukan dari rumah. Jadi, kita memang sibuk dengan urusan kantor, akan tetapi lebih tertolong karena tidak harus macet-macetan di jalanan, sehingga harusnya lebih banyak waktu yang disediakan untuk keluarga. Bukankah itu adalah hal yang baik?
Bagi keluarga yang memang hubungannya sudah merenggang, awalnya pasti kikuk, bingung mau ngapain, dan kehabisan gaya. Hubungan keluarga yang telah merenggang bisa membuat kita terbiasa untuk mencari hiburan di luar rumah, termasuk hiburan dari ponsel kita. Kita tidak lagi melihat bahwa berkomunikasi bersama dengan keluarga secara intens adalah hal yang menyenangkan.
Cobalah manfaatkan kesempatan ini dengan baik. Bukankah dengan lebih banyak waktu di rumah, kita jadi lebih bisa mengajarkan iman percaya kita pada anak. Anak membutuhkan iman kuat untuk dapat menghadapi tantangan di luar sana ketika mereka besar nanti. Saat ini juga adalah kesempatan yang baik untuk memperbaiki hubungan keluarga. Kita bisa bicara dari hati ke hati tentang pergumulan dan impian anak, tentang siapa guru dan teman yang mereka sukai dan tidak. Kita juga bisa memasak bersama, menonton TV bersama, dan sebagainya. Suami dan istri juga lebih punya banyak waktu untuk berkomunikasi dengan lebih intens dan mendalam. Bukankah itu indah? Pakailah kesempatan ini dengan sebaik-baiknya.