Pacar selalu menjadi seseorang yang istimewa dalam hati kita. Ia adalah pribadi yang dapat menceriakan suasana hati. Hidup terasa semakin indah dengan kehadirannya. Sosoknya memberikan semangat dan mengusir rasa sepi yang selama ini melanda.
Namun, pacar, dapat pula menjadi sumber kegalauan hati, khususnya ketika dia meminta “permata” satu-satunya yang kita miliki untuk diserahkan kepadanya sebelum pernikahan, keperawanan kita. Permintaan untuk melakukan hubungan intim selama pacaran, entah itu dengan rayuan, tipuan, ataupun ancaman adalah tekanan seksual yang sering terjadi dalam hubungan pacaran.
Pernah terbayang gimana rasanya kalau itu terjadi padamu? Atau, kamu malah pernah menghadapi langsung pacar yang seperti itu? Terbayangkah bagaimana beratnya pergumulan dan kesulitan ketika harus menolak tekanan seksual dari pacar?
Pergumulan berat untuk menolak permintaan pacar bisa muncul karena rasa sayang kepada pacar. Namun, di sisi lain, ternyata ada faktor yang juga sangat menentukan mampu atau tidaknya seseorang menolak ajakan hubungan intim sebelum pernikahan, yaitu faktor citra diri dan konsep relasi yang sehat.
“Pacarku berulang-ulang meminta aku melakukannya, mula-mula aku menolak, tapi dia selalu nampak sangat sedih setiap kali kutolak. Akhirnya aku jatuh juga.”
“Semua teman kost melakukannya, maka akhirnya aku juga melakukannya.”
Dalam setiap tekanan, selalu terkandung unsur kebohongan.
Kebohongan bahwa jika kamu menolak permintaan sang pacar berarti kamu bukanlah seorang pacar yang baik. kebohongan bahwa seolah-olah seks pranikah dalam pacaran adalah gambaran relasi yang sewajarnya di zaman ini. Itu semua bohong. Tidak benar.
Kejatuhan anak-anak muda dalam seks pranikah seringkali bukan disebabkan keinginan diri mereka pribadi untuk melakukan seks itu sendiri, melainkan karena menyerah pada keinginan dan tekanan permintaan dari pacar mereka.
Berikut adalah teknik-teknik menolak permintaan dari pacar untuk melakukan seks pranikah. Akan tetapi, teknik-teknik ini hanya akan menolongmu kalau kamu lebih dahulu menepis kebohongan-kebohongan tentang citra diri dan memahami konsep relasi yang wajar dan sehat.