Pertanyannya menyela bahasan di sesi les hari itu. “Miss, apa sih hubungannya cinta dan pernikahan?” tanya Ryan, sebut saja begitu, murid les saya yang kala itu masih duduk di bangku SMP. Kami sedang membahas faktor yang mempengaruhi mobilitas sosial ketika pertanyaan itu tercetus dalam pikirannya.

“Menurut kamu?” tanya saya balik, mencoba mengorek informasi yang melatarbelakangi pertanyaannya.

“Ya gak ada. Cinta ya cinta; nikah ya nikah. Apa hubungannya?”

“Yaah…. saya setuju sama kamu,” jawab saya dengan sengaja. “Kalau cinta tidak harus menikah. Kalau menikah tidak selalu karena cinta.” Sesuai harapan saya, Ryan langsung melihat saya dengan penuh minat, meminta penjelasan.

Pertanyaan Ryan membuat saya berpikir keras. Bisa jadi jawaban yang saya berikan, apapun itu, akan sangat berpengaruh untuknya, terutama dalam memaknai kehidupan asmara dan pernikahan di masa mendatang. “Jadi, Ryan, cinta dan pernikahan memang terkadang seperti tidak berhubungan. Cinta tidak selalu berakhir dengan pernikahan. Pernikahan juga tidak selalu memiliki cinta di dalamnya.”

Ryan mengangguk-angguk setuju. “Iya, temanku juga gitu. Baru pacaran beberapa bulan terus putus. Kalau ditanya katanya ya cinta, tapi nggak mungkin nikah.”

Saya menahan tawa. Seragam masih putih biru kok mau nikah.

“Sementara,” lanjut Ryan, “Papa Mamaku nikah kayaknya nggak ada cinta. Biasa-biasa saja,” Saya bisa merasakan sebersit kesedihan dalam kata-katanya. Makin jelaslah sekarang, mengapa menurut Ryan cinta dan pernikahan tidaklah berhubungan.

Saya melanjutkan pembicaraan. Saya sampaikan padanya, bahwa cinta dan pernikahan mestinya punya hubungan yang baik. Ada dua hubungan yang semestinya ada di antara keduanya:

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here