Sepanjang hari ini berita dan foto Ashraf Sinclair bertebaran. Tak menyangka saya berjumpa dengan foto mendiang yang diunggah seorang teman di media sosial, dengan tambahan kata-kata. Kira-kira begini bunyinya:

Gone too soon! Ashraf meninggalkan BCL dan Noah dalam usia 40 tahun! Sudah siapkah Anda bila waktunya tiba? Sudahkah Anda mempersiapkan “jaring pengaman” untuk keluarga Anda?”

Mudah sekali ditebak, bahwa selanjutnya ada gambar-gambar ilustrasi lain yang menjelaskan tentang jasa yang ditawarkan dengan segala pertimbangan yang sebenarnya tidak buruk. Bahkan ilustrasi terakhirnya mengatakan bahwa sebagai teman yang baik, ia ingin yang terbaik untuk para pembaca dan mengimbau untuk segera menghubunginya untuk masa depan yang lebih baik untuk keluarga.

Hati saya sebenarnya gusar melihat dan membaca konten seperti ini. Bukan karena saya penggemar Ashraf atau BCL. Namun sebagai seorang yang pernah mengalami kehilangan, saya pikir tak seharusnya seseorang menggunakan duka orang lain untuk meraup keuntungan bagi dirinya. Tulisan Pak Octav Gau pernah juga menyinggung hal ini; ia menuliskan hal-hal yang sebaiknya dilakukan di rumah duka untuk menunjukkan empati dan belajar untuk bersikap lebih bijak dalam situasi duka.

Becermin dari peristiwa ini, juga dari tulisan Pak Octav Gau, mari kita belajar untuk makin bijak bersikap, sekalipun hanya dari balik layar gawai kita. Dua prinsip bijak ini bisa menjadi panduan kita:

Treat others as you would like others to treat you

Bagaimana bila yang digunakan menjadi sumber “iklan jualan” adalah keluarga Anda sendiri? Akankah Anda legawa dan bergembira ketika dalam masa duka seseorang dengan egois menggunakannya untuk meraup keuntungan?

Saya yakin tidak seorang pun yang mau diperlakukan semena-mena, terlebih bila itu menyangkut hal hati dan perasaan. Bayangkan seorang istri yang ditinggal pergi suami, masih harus menata hati, berjuang dalam mimpi buruk yang tak sepertinya tak akan pergi; betapa lara hatinya. Apa yang akan dia rasakan ketika melihat dukanya dipakai menjadi bahan promosi? Beban apa lagi yang akan ia tanggung ketika musibah kehilangannya dipakai untuk menakut-nakuti orang supaya mereka membeli produk tertentu?

Bayangkan jika hal itu tidak terjadi pada BCL, tetapi pada kita sendiri. Akankah kita legawa dan berkata, “Mungkin ini rasanya jadi artis.” Tentu tidak ada orang yang akan berpikir demikian! Saya yakin respons alami yang muncul dari situasi ini adalah kemarahan, kekecewaan yang dalam ketika orang bersukacita di atas dukacita kita.

Mari kawan, mari berpikir dan bersikap bijak. Lakukanlah kebaikan kepada orang lain, seperti Anda ingin diperlakukan dengan baik oleh orang lain. Tunjukkanlah hati empatik nan tulus, seperti Anda juga ingin dipahami dan didukung secara tulus.

Mari mengambil 10 detik sebelum menekan tombol mengunggah untuk bertanya, “Kalau orang lain melakukan ini menggunakan kisahku, akankah aku marah? Akankah aku gembira?” Bila hati ini marah karena hal itu dikenakan pada diri kita, maka kita akan paham orang lain akan bereaksi serupa. Bila tulisan dan gambar itu malah menambah duka kita, berhentilah sebelum itu melukai orang lain?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here