Marilah kita belajar untuk memegang dengan lapang
teman-teman tersayang kita.
Marilah kita mencintai mereka,
tetapi biarlah kita selalu belajar untuk mencintai mereka
sebagai raga yang sekarat.
Charles Spurgeon
Kematian. Satu kata yang segera muncul dalam benak ketika membaca berita di media sosial pagi ini. Ashraf Sinclair meninggal secara mendadak. kepergiannya terasa begitu cepat.
Tergantung kondisi Anda membacanya, kata ‘kematian’ bisa membangkitkan seribu satu macam perasaan.
Awalnya, saya ingin membuka tulisan ini dengan pertanyaan: siapkah kita ketika kematian menjemput? Tetapi saya sadari, pertanyaan itu kurang tepat. Yang seharusnya (tetapi jarang) kita tanyakan adalah:
Siapkah kita bila orang yang kita cintai itu pergi menuju keabadian?
Inilah rahasia kehidupan itu: kita tidak akan pernah siap untuk kehilangan betapa pun kita tahu bahwa itu akan terjadi. Seperti 1 + 1 = 2, kematian pun merupakan hal yang pasti terjadi kepada setiap orang. Namun demikian, tidak sedikit dari kita yang ditinggalkan merespons berita kematian itu dengan rasa sedih, terkejut, tidak percaya, dan bahkan menolak kenyataan yang ada.
Kita tidak siap ketika orang yang kita cintai itu pergi ke tempat yang tidak memungkinkannya untuk kembali ke pangkuan kita lagi.
Berbagai kalimat umumnya muncul dari orang-orang yang sulit untuk menerima kenyataan itu. Mereka akan berdoa, memohon, dan berusaha untuk melakukan apa saja agar jam kehidupan itu bisa diputar kembali.
Mereka akan berkata, seandainya bisa, saya ingin:
- berkata bahwa saya mencintainya sekali lagi,
- melihat senyumnya, mencium dan memeluknya sekali lagi,
- meminta maaf kepadanya,
- mengubah kesan dari waktu terakhir kali kita berjumpa,
- lebih membahagiakan dia ketika ia masih hidup,
- mendengar bahwa ia bangga kepadaku,
- mendengar bahwa ia mencintaiku.
Ada seratus satu hal yang ingin dilakukan bersama orang itu, dan sebanyak itu pula kata-kata cinta dan kehidupan yang ingin dinikmati bersamanya. Akhirnya, semua harta karun yang tak ternilai itu terpendam dalam jiwa tanpa pernah diberikan kepada dia yang sedang menunggu.
Tetapi hari ini,
kesempatan itu masih ada.