2. Jangan terlalu percaya bahwa cinta akan menghasilkan kecocokan dengan sendirinya
Ada pepatah dalam Bahasa Jawa, “Witing tresno jalaran soko kulino.” Pepatah ini kurang lebih berarti: cinta bersemi karena terbiasa. Ya, saya setuju bahwa karena kita terbiasa dengan seseorang akhirnya kita dapat mencintai orang tersebut.
Namun, cinta tak berarti cocok.
Cinta alias rasa tertarik adalah satu hal, sementara kecocokan adalah hal yang lain. Kita dapat saja jatuh cinta dengan orang yang terbiasa hadir di sekitar kita, namun kecocokan tak serta merta datang dengan sendirinya.
Ini realita yang tak menyenangkan dalam sebuah relasi: kita dapat jatuh cinta setengah mati dengan orang yang tak cocok dengan kita.
Sama halnya dengan kita dapat suka setengah mati dengan sebuah iPhone terbaru, namun ternyata harganya tak cocok dengan kantong kita. Karena itu, jauh lebih baik cintailah yang cocok dengan kita. Cocok tak berarti harus sama, namun kita merasa kompatibel dengan orang tersebut. Ada rasa nyambung yang sulit dijelaskan, namun dapat dirasakan. Kecocokan ini akan menghasilkan cinta, dan bukan sebaliknya.
Bagaimana jika kita telah terlanjur mencintai orang yang tak cocok dengan kita? Jika kita tak menginginkan perpisahan, maka kita harus mengupayakan dengan kerja keras munculnya kecocokan itu. Barangkali lewat komunikasi terbuka dan aktivitas bersama, kita akan melihat bahwa ternyata ada juga kecocokan atau terbitlah kecocokan yang selama ini belum ada.