Angin sore musim semi menghantar saya ke rumah seorang ibu dua anak yang mengundang saya untuk  mendoakan anak sulungnya yang berulang tahun. Ibu ini, sebut saja Megan, meninggalkan Jakarta untuk kuliah di Brisbane, Australia. Dia lulus dengan gemilang karena memang dikarunia otak cermelang. Saat meneruskan master degree pun dia menjadi salah satu lulusan terbaik kampus terkenal.

“Dulu saya memendam kemarahan saat suami meminta saya untuk menjadi ibu rumah tangga. Dengan gelar yang saya terima saya ingin mengejar mimpi saya sebagai wanita karier. ‘Si kecil lebih membutuhkanmu’, begitu alasan suami,” ujarnya sebelum saya memberikan renungan dan doa bagi si kecil.

“Namun, ketika melihat anak-anak bertumbuh luar biasa di negeri orang dan  punya perilaku yang behave, saya senang sekali. To tell you the truth, now I’m proud of being a professional mom,” pungkasnya dengan wajah gembira. Tanpa beban! Hadirim memberikan standing ovation. Saya jabat tangannya dengan erat sambil melirik suaminya yang tersenyum penuh kebanggaan.

Saat membaca tulisan top Margie berjudul Bukan Soal Duit, Ternyata Satu Hal ini Masalah Terberat Stay-at-Home Mom. Sebuah Curhat” sebagai sahabatnya, saya mencoba memberikan masukan sederhana karena saya tahu Margie sudah tahu yang terbaik.

Pertama, masalah karir

Saat saya mengambil kesempatan untuk berkarya di negeri kanguru, istri saya tetap mempertahankan pekerjaannya. Ilmunya di bidang obat-obatan sayang kalau dibuang. Setiap kali seorang oma menelpon ke rumah—waktu itu masih pakai telepon rumah—saya dengan nada bergurau bertanya, “Sakit jasmani atau rohani?” Kalau jawabannya, “Jasmani” telepon saya alihkan ke isteri saya. Paling-paling oma ini mau tanya obat seperti biasa.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here