Singapura. Malam hari.
Saya baru saja menyelesaikan tugas bicara saya di sebuah lembaga.
“Boleh saya meminta waktu Anda sebentar saja?” ujar seorang ibu muda dengan bahasa Inggris dengan logat Amerika. Bukan Singlish! Belakangan saya tahu dia memang lulusan kampus top di negeri Paman Sam.
Kami mencari tempat ngafe yang tidak terlalu jauh dari tempat saya memberi seminar. Meskipun tampaknya penuh, mama muda itu berhasil mendapatkan tempat di pojok dengan pemandangan malam Singapura yang menakjubkan. Dari curhatannya kepada saya, saya langsung merasa bahwa ibu muda ini begitu cerdas, sehingga saya memutuskan untuk mengambil waktu lebih banyak. Toh, hotel saya tidak terlalu jauh dari café itu.
Setelah mendengar curhatannya, terutama saat dia berkata, “Saya tidak merasakan adanya pahlawan di rumah tangga kami!” saya justru meminta waktunya lebih banyak untuk membuat wawancara mendalam agar pengalaman hidupnya bisa jadi pelajaran bagi banyak orang.
Setelah menjalani kehidupan berumah tangga yang menurut Anda bak neraka, seandainya waktu bisa diputar kembali, apa yang seharusnya Anda lakukan sebelum berkata, “I do”?
Saya pikir alangkah baiknya kalau kita mengetahui latar belakang calon suami dengan sangat jeli: latar belakang keluarganya, hubungannya dengan orang tua dan saudara-saudaranya, terutama kehidupan rohaninya. Bagaimana sikapnya saat berada di titik nadir kehidupannya. Bagaimana caranya mengatasi konflik? Apakah dia tipe orang yang mau menang sendiri?
Apakah harapan Anda dulu sesuai dengan realita sekarang?
Beda sekali, bahkan bertolak belakang. Dulu saya pikir menikah itu tidak serumit yang saya alami sekarang. Saya tahu pasti ada pertengkaran di setiap pernikahan, tetapi saya tidak pernah membayangkan bahwa pertengkaran yang saya alami bisa serumit dan sehebat ini. Saya pikir ketika satu masalah selesai, ya selesai. Ternyata tidak. Suami saya tipe pengungkit. Lebih parahnya, dia suka mengorek-ngorek luka lama. Saya sungguh tersiksa dengan sikapnya ini.
Setujukah Anda dengan kalimat di akhir film Disney, “And they will live happily ever after“?
Ada pernikahan yang berakhir seperti itu, meskipun ada banyak perbedaan pada awalnya. Tidak semua pernikahan itu serumit pernikahan saya dan suami.