Ada empat tiang yang menopang sebuah pernikahan: kejujuran, perlindungan, perawatan, dan waktu bersama.
Salah satu tiang penopang yang penting adalah kejujuran. Kejujuran berarti berbicara apa adanya tentang kondisi diri pada pasangan. Tanpa kejujuran, pernikahan menyimpan banyak masalah yang dapat meledak sewaktu-waktu.
Lawan dari kejujuran adalah kebohongan. Kebohongan adalah tindakan yang sengaja dilakukan untuk mengelabui (calon) pasangan.
Dalam keyakinan tertentu, walau tak mengenal adanya perceraian, tetap mengenal pembatalan pernikahan. Apalagi jika terkait dengan kejujuran.
Itulah sebabnya, saya sangat menyarankan perjalanan yang natural menuju pernikahan. Kenalan menjadi teman; teman menjadi sahabat; sahabat menjadi pacar; pacar menjadi pasangan. Proses yang tak natural akan melewatkan banyak hal yang penting.
Dalam relasi yang cepat dan tergesa, akan ada banyak hal yang terlewatkan. Dan penyesalan, selalu datang belakangan, bukan?
Bagaimana dengan perceraian?
Perceraian tak pernah menjadi rekomendasi saya. Keyakinan spiritual saya tak memberikan ruang bagi perceraian sebagai solusi dalam pernikahan.
Namun, saya juga mesti mengakui bahwa sebuah kesalahan, yang tak dapat diperbaiki, tak layak terus menerus dipertahankan. Apalagi dengan bahaya yang bersifat fisik dan tekanan psikologis terus menerus bagi salah satu pihak dalam pernikahan.
Perceraian tak boleh menjadi opsi pertama, walau tak menutup kemungkinan menjadi opsi terakhir, dengan segala harga yang harus dibayarkan.
Bagaimana bertahan di tengah pernikahan yang buruk?
Tak ada jawaban yang pasti untuk hal ini. Tiap pernikahan dan masalahnya bersifat unik. Namun, ada beberapa pedoman umum terkait hal ini.
Pertama, tak seorang pun menikah untuk kemudian mengakhirinya. Pernikahan adalah pilihan, maka pertahankan! Sebaik dan sebisa mungkin.
Kedua, carilah pertolongan melalui konselor atau pemimpin agama yang mempunyai kapasitas untuk hal ini. Tak ada pernikahan yang sempurna. Semua, suami-istri, harus belajar dan bertumbuh.
Ketiga, bertahan demi anak adalah pertimbangan yang baik, namun hal ini tak boleh berjalan sepihak. Anak adalah perekat, tapi apa gunanya perekat jika tak ada pihak yang bersedia direkatkan?