“Si Mak ini sarjana ekonomi, lho. Mesti dulunya pinter!”
Itulah kalimat andalan Omaku. Si Mak, begitu ia menyebut dirinya. Panggilan ini lebih terkenal daripada nama aslinya, Tan Siek Nio.
Bertahun-tahun aku memercayai bahwa Omaku adalah lulusan sarjana ekonomi. Kepercayaan itu harus pupus setelah aku mendapati kenyataan bahwa ia ”berbohong”.
Mengapa kuberi tanda petik pada kata berbohong?
Karena pada dasarnya ia tidak bermaksud membohongi orang lain. Si Mak hanya memberi lecutan semangat pada pendengarnya—para cucunya.
“Dulu Si Mak umur sembilan tahun sudah harus kerja ikut orang. Ditinggal di Semarang sendirian, Mak Co (panggilan untuk mamanya) pulang ke Ambarawa,” kenangnya dengan pandangan menerawang dan mata yang basah.
Omaku ternyata hanya mampu mencicipi pendidikan formal hingga kelas dua SD.