Riuh sorakan kawan, jabat tangan yang erat, dan berjoget maumere dengan seru, semua masih jelas di kepala. Rasanya 21 Juli 2019 adalah hari yang ingin saya ulang terus, sebab saya sebahagia itu.
Menoleh sejenak ke belakang, saya kemudian sadar ada beberapa pelajaran penting yang saya petik dan terlalu sayang jika saya simpan sendiri. Dengan antusiasme di kepala dan setumpuk detail yang harus disiapkan, momen sekali seumur hidup ini kerap jadi rentan drama yang menguras emosi. Percayalah, seharusnya tidak demikian. Setidaknya, empat mindset ini saya rasa penting untuk direnungkan:
1. Acara Pernikahan adalah Pintu dari Perjalanan yang Panjang
“Nikah Cuma sekali lho” adalah kalimat yang akan muncul dari berbagai vendor. Mereka yang mendapat penghasilan dari acara bahagiamu kebanyakan (tidak semua) akan terus mendorongmu untuk deal sesuatu yang wah, padahal mungkin itu di luar yang kamu butuhkan awalnya. Kalimat itu kemudian bertransformasi jadi pembenaran untuk habis-habisan di satu malam, padahal perjalanan ke depan masih sangat, sangat panjang.
Kalau kita para #crazyrich, maka kalimat “nikah cuma sekali” silakan digunakan dengan sebaik-baiknya. Namun, saya yakin setidaknya 98% yang membaca tulisan ini adalah kaum yang #jiwamisqueen-nya sering bergejolak, maka berbijaksana menentukan budget yang wajar untuk momen pernikahan bukan lagi pilihan, tetapi keharusan.
Selain tentang budgeting, penting juga untuk mengingat bahwa,
hidup rumah tangga juga harus disiapkan lebih serius daripada mempersiapkan pesta semalam.
Bentuknya bukan hanya soal dana after wedding, tetapi juga secara psikologis. Patut dipikirkan apakah sudah bersepakat tentang memiliki anak atau tidak, tentang pengelolaan uang, tentang gaya hidup, tentang ini-itu lainnya. Rajin berdiskusi, adalah salah satu jalan.