Sebagai orang yang sehat, saya tidak tahu sebenarnya apa yang berhasil memotivasi saya untuk memperhatikan apa yang saya makan. Mungkin salah satu dari beberapa kemungkinan ini.
Pertama, saya sering mendapatkan pertanyaan, “Hamil berapa bulan?” dan diakhiri oleh perasaan bersalah si penanya karena saya memang tidak sedang hamil.
Kemungkinan lain adalah karena saya memperhatikan seorang teman yang perutnya benar-benar mengempis setelah mengurangi konsumsi manis-manis, goreng-goreng, dan berhenti makan sebelum jam enam malam.
Bisa juga karena saya agak ‘shock’ ketika mengantar papa-mama saya berkonsultasi ke dokter, “Papa-mama diabet, anak biasanya diabet.” Waduh, komunitas pengidap diabet tentu bukan pilihan komunitas yang menarik minat saya.
Saya bukan ahli gizi atau pakar diet, saya adalah penggemar makanan manis-manis dan goreng-goreng sejati.
Tidak peduli sudah selesai menyantap makanan utama sampai kenyang, saya masih mampu mengemil sekantong permen, menyantap sepotong besar kue tart, donat, sebatang coklat, es krim, varian milk tea, emping manis, keripik singkong. Saya juga gemar buah-buahan, dengan jumlah berlebihan, tentu saja. Rekor makan satu buah nangka utuh kupasan setelah selesai makan makanan utama, doyan makan es buah, sepiring pisang goreng, lima buah mangga matang sekali kupas. Sangat tergoda mencoba apa pun camilan manis baru yang dijual, sangat suka saat bulan puasa tiba karena banyak penjual takjil bermunculan.
Mungkin bila ada lomba makan makanan manis saya akan ikut mendaftar.
Akan tetapi saya lalu berpikir,
“Apakah saya ini pribadi yang tidak bisa mengendalikan diri?”
Baca Juga: Karena Kita pun (Masih) Melakukan Kebodohan yang Sama