Saat memberikan motivasi kepada ibu-ibu di Jakarta, seorang ibu tiga anak curhat kepada saya. “Suami saya menuntut saya untuk nge-gym agar bisa tetap sehat dan langsing,” ujarnya.
“Lho, apa salahnya?” tanya saya. “Bukankah saran suami itu baik dan menyehatkan?”
“Iya Pak Xavier,” ujarnya sambil tersenyum kecut, “Masalahnya, waktu saya habis untuk mengurusi anak dan rumah tangga. Kami tidak punya pembantu.”
Selanjutnya dia cerita bahwa suaminya perfectionist. “Apa saja yang saya lakukan selalu salah. Namun, jika dia melakukan kesalahan, dia tidak pernah mau mendengar ketika saya tegur. Kalau saya tunjukkan kesalahannya, bukannya berterima kasih dan meminta maaf, dia malah marah-marah. Kalau kemarahannya memuncak, dia melakukan KDRT,” ujar ibu itu sambil mencucurkan air mata.
Air mata ibu itu terus mengalir saya menceritakan bahwa dulu ortunya melarangnya berhubungan dengan pria itu. “Rupanya Mama sudah bisa merasakan bahwa suami saya orang yang nggak sabaran dan kasar. Namun, karena cinta masa muda, saya membutakan diri terhadap kelemahan suami. Semua memang salah saya,” lanjutnya.
Resto yang dihangatkan dengan live music itu jadi terasa dingin bagi saya. Saat selesai dan kembali ke kamar saya, saya merenungkan tiga hal ini bagi suami.
Suami, jangan tuntut 3 hal ini dari istri
Pertama, sebagai suami kita—saya pun seorang suami—tidak boleh menuntut istri kita untuk melakukan apa yang di luar kemampuannya
“Saat saya paksakan diri untuk nge-gym, badan saya sakit semua. Paginya saya bangun kesiangan sehingga tidak sempat menyiapkan sarapan baginya.
Suami saya marah besar dan keluarlah kata-kata yang sangat menyakitkan,” ucapan ibu tadi masih tergiang-ngiang di telinga saya, padahal suasana kamar hotel itu begitu sunyi karena saya tinggal di lantai atas.