Suatu malam, tiba-tiba saya mendapat telepon dari seorang ibu yang bercerita bahwa dia telah meminjamkan uang dalam jumlah yang besar untuk membantu biaya pernikahan seseorang. Usut punya usut, ibu tersebut hendak menagih uang yang telah dipinjamkan kepada seseorang yang juga sangat membutuhkan pinjaman uang pada saat itu.

Sang ibu yang telah meminjamkan uang dalam jumlah besar itu pun merasa kecewa karena sikap sang peminjam uang yang menghilang begitu saja tanpa bisa dihubungi.  Sehingga akhirnya ia menagih secara terang-terangan di beberapa akun media sosial orang tersebut. Saya salah satu orang yang melihat postingan ibu tersebut.

Waktu itu saya sempat merasa antipati. Karena bagi saya, urusan utang adalah urusan pribadi (privasi) yang tidak perlu diumbar di media sosial. Apakah karena ibu tersebut telah sangat kecewa, merasa ditipu? Ataukah dia juga ingin berniat mmpermalukan si peminjam uang? Saya  tidak tahu dan tidak bisa memastikannya.

Hal ini memang sangat umum terjadi. Kasus peminjaman uang (utang) yang kemudian sang peminjam ditipu atau ditinggal begitu saja dengan tidak bertanggung jawab sudah marak terjadi di mana-mana.

Saya seolah-olah disadarkan,

setiap orang pasti pernah meminjam uang. Hal itu adalah hal yang wajar atau biasa. Asalkan kita bisa bertanggung jawab dengan uang yang telah kita pinjam.  

Benar, meminjam uang adalah hal yang wajar. Jika memang kita berada dalam keadaan “butuh” untuk keperluan yang sangat mendesak, meminjam uang adalah sesuatu hal yang wajar. Akan tetapi kenyataannya, banyak yang meminjami uang jadi sungkan (malu), merasa ndak enak untuk menagih. Ada juga  yang menunggu ditagih dulu baru membayar hutangnya. Bahkan, banyak yang menghilangkan jejak, menghilang dari peredaran massa, menghapus kontak, pergi tanpa diketahui seorang pun, karena tidak bisa membayar tagihan utang. Yah, ini adalah adalah bentuk sikap yang tidak bertanggungjawab.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here