“Jika saya selingkuh, saya mati!”

Ucapan itu keluar dari mulut Josepher saat janji pernikahan suci. Janji dan tekad yang luar biasa. Trisyana sang mempelai wanita tentu merasa teduh saat mendengar ucapan yang begitu menyentuh. Di tengah maraknya isu perselingkuhan baik di kalangan politisi, selebriti maupun orang-orang masa kini, marriage vow Josepher itu sungguh menginspirasi. 

Mutiara kehidupan apa yang bisa ambil dari telaga hikmat ini?

Pertama, cinta itu sebuah pilihan. Bukan sekadar perasaan

Perasaan, seperti roller coaster, bisa naik bisa turun. Saat belum zamannya sosial media dan gadget canggih, seorang kakak yang jatuh cinta dengan sahabat penanya dan bermaksud menikahinya diperingatkan adiknya: “Kak, selama ini kakak hanya menerima fotonya yang setengah badan. Bagaimana jika ternyata yang separuh lagi cacat?”

Dengan mata tajam sang kakak berkata, “Aku memilihnya bukan berdasarkan apa yang aku lihat di permukaan. Kakakmu ini lebih mementingkan hati. Kalaupun nanti calon istriku lumpuh, aku akan tetap menikahinya.”

Dugaan adiknya benar. Gadis yang menjemputnya di bandara ternyata polio dan ke mana-mana memakai kursi roda. Sang kakak kukuh dengan pendiriannya dan melakukan pernikahan yang teguh bak batu karang.

Kedua, pernikahan itu komitmen

Seorang ayah dan suami seorang istri yang lumpuh seluruh badan, diminta menikah lagi oleh anak-anaknya. Jawaban sang ayah dan suami itu membuat istri dan anak-anaknya hujan air mata.

“Jika Papa menikahi mama kalian hanya karena seks, Papa sudah menikah lagi sejak mamamu dinyatakan stroke. Justru saat mama kalian tidak bisa apa-apa, mama kalian paling membutuhkan Papa.”

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here