Beberapa waktu lalu, kami berlibur ke negeri tetangga yang terkenal dengan keteraturannya. Kami memang sempat tinggal di sana selama beberapa tahun di sana. Tapi kunjungan kali ini membuka pandangan kami akan hal-hal yang tak pernah kami duga sebelumnya.
Tentu saja perkembangan infrastruktur, tempat rekreasi, dan berbagai wajah komersial negeri ini berkembang begitu pesat. Kami sampai terkagum-kagum melihat berbagai hal baru yang belum ada ketika kami tinggal di sana. Beberapa hari di sana, kami sungguh merasa seperti turis yang buta terhadap tempat baru; sungguh pengalaman liburan yang menyenangkan.
Wajah Lain
Namun, ada satu wajah lain dari komunitas ini yang baru kami temui: wajah yang semakin individualis dan acuh terhadap sekitarnya. Selama di sana, kami lebih memilih menggunakan moda transportasi umum yang memang sangat nyaman dan menjangkau hampir seluruh lokasi tujuan. Kereta cepat menjadi pilihan yang sangat memudahkan; selain waktu tempuh yang sangat efektif, moda ini menolong kami yang berkelana dengan anak batita dan stroller.
Di berbagai sudut kereta, ada sticker berwarna menyolok yang berbunyi #StandUpStacey. Rupanya pengelola transportasi massa terus mengampanyekan kesantunan untuk memberikan tempat duduk bagi orang-orang yang membutuhkan. Ada beberapa tempat duduk yang khusus ditujukan bagi orang-orang tertentu, misalnya: para lansia, para difabel, ibu-ibu hamil, dan orang tua dengan anak-anak kecil.
Saya cukup pede bahwa selama perjalanan, pastilah ada orang-orang yang akan berdiri dan dengan senang hati memberikan tempat duduk untuk saya. Maklum, perut saya sudah tampak membuncit dan lagipula saya pergi bersama anak batita.
Alamak!
Betapa terkejutnya saya! Selama beberapa hari pertama, tidak ada seorangpun yang menawarkan tempat duduk untuk saya!
Memang beberapa kali, tempat duduk di gerbong yang saya naiki ditempati oleh beberapa om atau tante yang berusia senja. Tak mungkin saya “merebut” tempat nyaman itu dari mereka kan?