Film The Kid Who Would be King berdasar pada sebuah cerita populer. Kisah tentang sebuah pedang yang tertancam di atas sebuah batu dan tidak dapat ditarik oleh bermacam-macam orang yang sudah mencobanya. Tetapi pada suatu hari, seseorang berhasil menarik pedang itu keluar dari batu. 

Keberhasilan orang ini menjadi bukti bahwa dialah yang pantas menjadi raja atas kerajaan Inggris. Orang itu bernama Raja Arthur dan pedangnya bernama Excalibur.

Film ini bercerita tentang negara Inggris zaman ini. Alex, seorang anak yang percaya bahwa ia tidak bisa apa-apa, menemukan sebuah pedang yang juga tertancap di sebuah batu. Ia menarik pedang itu keluar dan kemudian membawanya pulang.

Bersama Bedders, temannya, ia menyelidiki pedang itu dan tertawa besar ketika menemukan petunjuk yang mengatakan bahwa pedang itu adalah Excalibur. Ia sudah membaca cerita tentang legenda raja Arthur dan mengetahui betapa miripnya kejadian yang baru ia alami dengan cerita legenda itu.

Seperti Anda dan saya, mereka pun tidak memercayainya.

Paling tidak, kondisi itu tidak berubah sampai ketika Alex terbangun dan melihat tanah di depan rumahnya terbuka dan pasukan kuda berapi keluar dari dalam tanah untuk membunuhnya dan merebut kembali pedang Excalibur itu.

Cerita ini menarik karena peperangan yang terjadi kemudian memperlihatkan dua kubu yang sangat bertolak belakang. Pasukan kuda berapi yang tidak bisa mati dan dipimpin oleh Morgana yang bisa menjadi Naga melawan sekelompok anak-anak sekolah yang dipimpin oleh Alex yang berumur 12 tahun. 

Alasan Alex tidak meminta bantuan dari orang-orang dewasa dan pasukan tentara Inggris (James Bond dan teman-temannya) adalah karena sebuah syarat yang mutlak harus dipenuhi. Syarat itu adalah mengakui Alex sebagai raja dan bersedia untuk berlutut dan diberikan gelar kebangsawanan oleh sang raja kecil. Buat semua orang dewasa, hal itu terlalu sulit untuk dilakukan, bahkan oleh orangtua yang merupakan orang terdekat mereka.

Akhirnya, Alex dan beberapa temannya mengumpulkan semua siswa di sekolah dan merayu mereka untuk merelakan diri menjadi ksatria untuk membela masa depan dunia. Itulah sebabnya semua pertempuran yang ada di dalam film ini tidak melibatkan orang dewasa. Paling tidak, untuk pihak dari sisi kebenaran.

Poin ini begitu berkesan buat saya. Sebagai orangtua, saya menyimpan harapan agar anak-anak bisa percaya kepada kami. Salah satu kerinduan kami yang mendalam adalah agar mereka berani terbuka terhadap kami. Bila mereka memiliki ketakutan atau keraguan atau pertanyaan, maka kami ingin menjadi tempat pertama mereka bertanya.  Terlebih ketika mereka memasuki masa remaja yang penuh dengan usaha pencarian jati diri. Terlebih ketika mereka memasuki usia remaja.

Sayangnya, hal itu jarang terjadi, bukan?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here