Saya tidak tahu apakah menjaga keperawanan masih sedemikian pentingnya bagi generasi zaman now dibandingkan pada generasi zaman saya dulu. Beberapa gadis yang saya kenal mengakui bahwa mereka sudah berhubungan intim dengan pacarnya, padahal awalnya mereka tidak berencana sampai sejauh itu.
Ada yang karena tidak kuasa untuk menolak permintaan sang pacar dan kemudian membiarkan apa yang terjadi selanjutnya (dan sekarang mereka sudah putus). Ada yang ‘dipojokkan’ oleh sang pacar dengan tuduhan: “Kamu tega ya sama aku,” atau, “Kamu gak sayang lagi kan sama aku, makanya kamu nolak permintaanku.”
Setelah itu, luluhlah hati si gadis karena tidak tahan dengan ‘rasa bersalah’ dan juga ingin membuktikan bahwa, “Aku nggak gitu Mas, itu gak bener.”
Menjaga keperawanan dalam relasi pacaran sebenarnya bukan sekadar menjaga keutuhan selaput dara seorang perempuan, yang katanya itu nanti menjadi ‘hak’ sang suami. Juga bukan sekedar “Ati-ati lho … nanti kamu hamil, kamu yang rugi.”
Ya, itu memang resikonya, tetapi sungguh … bukan hanya itu.
Inilah tiga kehilangan yang sesungguhnya bagi perempuan yang terlanjur menyerahkan dirinya bagi seseorang yang bukan suaminya:
1. Kehilangan Keberhargaan Diri
Ya, bukan hanya keperawanan yang hilang, tetapi sebenarnya keberhargaan diri yang hilang. Namun banyak perempuan tidak menyadari. Mereka hanya heran, mengapa setelah aku berhubungan sejauh itu, aku tidak lagi sama seperti yang dulu. Aku merasa keseluruhan diriku ikut teregut. Aku memandang diriku buruk. Aku tidak lagi percaya diri ketika berelasi dengan lelaki lain. Bahkan ada yang merasa heran, risi, dan tidak layak ketika seorang pria baik-baik hendak berhubungan serius dengannya. Dia justru cenderung menjauh. Beberapa perempuan, dalam kefrustrasiannya, malah sengaja semakin merusak dirinya, karena merasa, toh aku juga sudah rusak.