Belakangan barulah dia menyebutkan bahwa dia menderita autoimun, sebuah gangguan pada sistem kekebalan tubuhnya.

Beliau menjelaskan dengan singkat. Ibaratnya, jika kita melihat seekor kecoa berkeliaran di rumah, orang normal dapat lekas membasminya dengan semprotan obat serangga. Berbeda dengan penderita autoimun, mereka akan menggunakan bom untuk melenyapkannya, sehingga bagian rumah yang lain menjadi hancur. Itulah yang dialami sel tubuh kita.

Sayangnya, penyakit ini tidak bisa disembuhkan. Dampak yang ditimbulkan penyakit ini hanya dapat ditekan dengan ketekunan mengonsumsi obat-obatan.

Membayangkannya saja sulit, apalagi menjalaninya. Tentu tidak mudah hidup dengan pengharapan ditengah ketergantungan penuh pada obat-obatan.

“Kalau aku kelewatan minum obat, hidupku juga mungkin bakal lewat, hahaha…,” candanya dengan tawa yang lebar.

Beliau bercerita dengan begitu bersemangat, layaknya seorang penyintas yang telah sembuh sepenuhnya dari penyakit yang dideritanya. Walaupun beliau masih menderita penyakit itu, sukacita dan rasa syukurnya melampaui sakit yang dideritanya.

Penyakit Tak Terhindarkan, Penderitaan adalah Pilihan

Saya rasa beliau menyaksikan kisah hidupnya itu kepada hampir setiap orang yang ditemuinya. Beliau juga memberi diri menjadi sahabat bagi penderita autoimun yang lain. Bahkan, beliau masih aktif melayani para remaja dan pemuda. Ya, ditengah penyakit yang dideritanya.

Saat tiada harapan untuk sembuh, bukan berarti tiada harapan untuk hidup. Ada kalanya hidup akan lebih bermakna jika penyakit itu dihidupi, bukan diratapi.

Beliau tidak memilih untuk terpuruk dan hilang pengharapan, melainkan bangkit dan menghidupi penyakitnya. Karena beliau tahu, kehilangan pengharapan hanya membuat kesehatannya semakin merosot, namun menghidupi penyakitnya akan membangkitkan semangatnya serta semangat orang lain.

Memanfaatkan sisa hidup yang ada untuk menjadi berkat bagi orang lain. Bukankah itu makna hidup yang sejati? Bukan hanya orang yang sudah divonis memiliki penyakit, namun setiap orang tanpa terkecuali, termasuk yang masih sehat.

Penyakit seringkali tak terhindarkan, namun penderitaan adalah pilihan.

Baca Juga:

Curahan Hati Seorang Gay: Awal Mula Keterlibatan dan Pergumulan dengan HIV/AIDS

Menjadi Teman Perjalanan Seorang Penderita Depresi, Begini Rasanya. Jika Anda Tahu Siapa Penderita Depresi Itu, Masih Bersediakah Anda?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here