Memori, atau kenangan, sering kali memberikan sedikit “nafas” ketika kita sedang merasa sedih atau saat kita merasakan kerinduan terhadap orang-orang yang kita kasihi. Pada saat kenangan itu muncul, akankah hal itu selalu membuat kita tersenyum dan berbisik lirih dalam hati, “Tidak ada penyesalan. Semua baik…”?
Ingatan masa kecil tentang ibuku sangat indah. Ia bagaikan bidadari yang menggandeng tanganku ketika kami berjalan bersama. Masakannya selalu enak dan banyak. Ibu seseorang yang “tidak bisa diam”, selalu saja ada yang dikerjakannya. Mengurus tanaman, membersihkan rumah, mengatur ruangan, memperbaiki ini itu. Sampai-sampai aku berpikir, “Apa sih yang tidak bisa dikerjakan ibuku?” Bahkan aku masih ingat, ibu membuat kandang ayamnya sendiri. Kecil sih, tetapi cukup untuk 10 ekor ayam.
Namun, setelah waktu banyak berlalu, perubahan terjadi pada ibuku. Aku mengira hal itu karena keadaan kami menjadi sulit. Beberapa tahun sebelum ibu terkena demensia, ibu sering marah-marah tidak jelas. Hal kecil bisa menjadi besar. Kupikir sebaiknya aku menghindar sebentar, karena sering menjadi sasaran kemarahannya.
Aku tidak tahu kenapa ibuku menjadi begitu sensitif. Ia menjadi pemarah. Pikirannya selalu buruk, entah kenapa.
Beberapa tahun terjadi seperti itu, sampai pada suatu hari, tiba-tiba ibuku dilarikan ke rumah sakit. Sejak saat itu, ingatan ibuku menjadi kacau, banyak yang hilang. Ibu tidak tahu sedang berada di mana, bahkan lupa nama anak dan cucunya.