Dalam sebuah tayangan di YouTube, ada kisah yang menggetarkan hati saya. Kisah itu terjadi di malam Natal di salah satu negara Barat.

Di musim Natal yang dingin karena salju menyelimuti bumi, ada dua anak kecil yang miskin. Mereka hidup dari mengemis dan tidak mempunyai tempat tinggal. Di momen Natal tersebut, sang adik berkata dia ingin mempunyai sepasang sepatu yang baru. Sambil mereka tidur berpelukan karena dingin, sang kakak berkata: Iya, Tuhan akan memberikan sepasang sepatu baru kepadamu di saat Natal tiba.

Hari terasa begitu lama untuk sang adik karena menunggu momen Natal agar ia bisa mendapatkan sepatu baru. Ketika momen Natal tiba, mereka berdua duduk di depan gereja sambil menunggu umat yang merayakan Natal pulang.

Baca juga: Robin Hood (Film 2018): Bukan Robin Hood yang Anda Kenal Selama Ini [Spoiler Alert]

Acara Natal berjalan dengan meriah, dan satu persatu dari mereka meninggalkan gereja dengan raut wajah penuh kebahagiaan. Sang adik juga menunggu hadiah Natalnya dengan sangat antusias, tetapi ternyata dari semua yang lewat, tidak ada seorang pun yang memberikan sepatu kepada sang adik.

Setelah itu mereka pun pulang. Sang adik bertanya kepada kakak, “Kak, apakah Tuhan benar akan memberikan sepatu baru kepadaku?”

Sang kakak menjawab,” Iya dik, Tuhan sudah memberikan, hanya saja orang yang dititipkan sepatunya tak datang-datang.”

Disiplin Memberi

Mendengar kisah ini membuat hati saya amat pilu.  Ternyata apa yang kita miliki saat ini, mungkin juga adalah milik orang lain yang saat ini Tuhan titipkan kepada kita. Dari kisah ini saya belajar tentang satu hal mengenai disiplin keuangan.

Disiplin keuangan: tidak hanya menabung, tetapi memberi. Share on X

Kita diajarkan sejak kecil agar mempunyai disiplin keuangan dalam hal menabung. Tetapi ada satu disiplin keuangan yang hampir jarang sekali diajarkan kepada anak-anak sejak kecil, yakni disiplin memberi.

Baca juga: Sebelum Warisan Mengoyak Persaudaraan, Inilah Hal-hal yang Harus Dilakukan Orangtua dan Anak-anak

Saya belajar menyadarinya juga baru-baru ini. Ketika umur sudah di atas 20 tahun baru menyadari bahwa untuk memberi dibutuhkan kedisiplinan.

Orang miskin sangat banyak, mereka yang tidak bisa melanjutkan pendidikan sangat banyak, keluarga yang hancur sangat banyak, anak-anak kurang kasih sayang sangat banyak, kerusakan lingkungan sangat parah, kesehatan anak-anak desa sangat prihatin, dan lain-lainnya.

Dari semua konteks tersebut, apa yang membuatmu paling ingin terlibat membantu?

Dari semua itu, mungkin kita perlu menyisihkan uang kita untuk terlibat didalam pelayanan seperti itu. kita yang punya passion di bidang pendidikan, maka perlu menyisihkan uang untuk mereka yang tidak bisa melanjutkan sekolah, kita yang punya passion untuk membantu orang miskin maka mungkin bisa mulai untuk mendisiplin diri dalam membelikan beras 1 karung setiap bulan kepada mereka, dan lain-lainnya.

Sebagian yang kita miliki saat ini mungkin saja adalah bagian orang lain yang Tuhan sedang titipkan kepada kita.

Baca Juga:

Perjuangan Memiliki Rumah: Bertahun-tahun Meminta, Saat Berhenti Melakukannya, Kami Mendapatkan bahkan Lebih dari Sekadar Rumah

Saya Anak Penunggak Uang Sekolah. Setelah 15 Tahun Akhirnya Saya Mengerti Mengapa Saya Harus Menanggung Malu karena Keterbatasan Finansial

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here