Inul, bukan pedangdut, melainkan seorang ibu rumah tangga yang saya kenal. Ia sakit hati ketika suaminya mencetuskan kata “cerai” di tengah-tengah percekcokan mereka. Kata itu langsung membuatnya ilfeel pada sang suami. Namun Inul tidak mau kalah dengan rasa sakit hatinya.
“Kalau nuruti gengsi dan perasaan sih, aku tantang balik dia,” ujar Inul. “Mending cerai aja. Aku sudah nggak tahan, Nov.”
Tapi cerai tidak dilakukannya. Sebaliknya, Inul berusaha menyelamatkan pernikahannya.
Dari kisah yang dituturkannya pada saya, ada beberapa hal yang saya pelajari darinya.
Pertama, rendah hati
Sudah bertengkar hebat dan terluka, Inul tetap berusaha untuk rendah hati walau harus berlinang air mata. Susah payah ia menutup mulutnya rapat-rapat sambil mengevaluasi dirinya.
Di tengah-tengah curhatnya, dia masih bisa mengakui kekurangannya. sebagai istri. “Memang aku cukup frontal,” akunya.
“Pasti aku bantah balik suamiku.” Dia pun sadar, itulah yang seringkali menambah api dalam panasnya pertengkaran mereka.
Kedua, mencari pertolongan
Bermodalkan kerendahan hati, Inul mau ditolong. Itu sebabnya dia mencari pertolongan dari ahlinya. Setelah bertanya ke sana ke mari, Inul direkomendasikan untuk ikut konseling pasutri. Tanpa ragu, ia langsung menghubungi konselor dan membuat janji.