Beberapa waktu belakangan ini, saya agak kaget dengan munculnya pertengkaran baik biasa ataupun serius oleh beberapa pasangan yang sudah menikah. Suasana rumah tangga menjadi “panas” dan bahkan tak terkendalikan.

Ibarat kapal laut yang sedang terombang-ambing, sang nahkoda pun kelimpungan dalam mengarahkan kapalnya. Sebab si asisten nahkoda juga sudah enggan untuk ikut terlibat di dalam mengarahkan bahtera rumah tangga mereka.

Tak terbayang berapa banyaknya kata-kata dan air mata yang sudah keluar dari pertengkaran yang terjadi. Pihak-pihak lain yang ikut sakit hati dan menangis walau hanya dalam hati.

Ya, nyatanya hidup berumah tangga itu rumit dan penuh liku-liku. Apalagi jika dipicu beberapa hal seperti keadaan ekonomi, ruwetnya mengasuh anak, sakit-penyakit sampai CLBK alias Cinta Lama Bersemi Kembali. Pertikaian pun tak terhindarkan.

Mungkin, pernikahan saya masih belum terlalu lama, baru mau masuk angka belasan tahun saja. Tapi, lewat tulisan ini saya ingin berbagi bagaimana jika beberapa hal yang memicu “api” dalam pernikahan itu terjadi. Setidaknya saya pun pernah ikut mengalaminya.

 

1. Keadaan ekonomi

Bisa dibilang, uang seringkali menjadi pemicu utama di dalam rumah tangga. Ada suami yang terlihat terlalu santai untuk berkarya, ada pula istri yang terlalu banyak maunya. Tak cuma itu, ada juga istri yang sangat giat bekerja, sampai semua hal dia yang menanggung biaya, sementara suami mengandalkan kekuatan istri. Juga ada pula yang dua-duanya sibuk  mencari uang, hingga mengabaikan relasi di antara mereka.

Keadaan ekonomi kurang atau lebih tetap bisa memicu pertikaian, ketika komunikasi tak terjalin rapi. Share on X

Saya dibesarkan dari keluarga yang biasa saja. Sempat mengalami ekonomi pas-pasan, sampai harus memberi les tambahan ke anak-anaksekedar untuk tambahan uang saku. Ayah saya terlalu lama hidup di dalam “perenungannya” sampai ibu yang menanggung rumah tangga,  dibantu oleh anggota keluarga lainnya.

Namun demikian, ibu saya tak pernah ribut soal uang dengan ayah. Kadang saya lihat dia menangis di halaman belakang rumah dan hanya duduk berdoa meminta jalan keluar dari Sang Pemberi Hidup. Biasanya, setelah doa-doa itulah akan ada jalan. Entah dari jualan, jahitan, masak memasak dan banyak hal tak terduga yang bisa kami nikmati.

Intinya: berharaplah total pada pemberi hidup, sembari terus bekerja keras mencari nafkah.  Jangan hanya mengandalkan kekuatan sendiri. Jika sudah mendapatkan berkat lebih, jangan lupa berbagi.

 

2. Pengasuhan anak

Dalam hal ini, jika si ibu yang sepenuhnya mengasuh tanpa mempunyak tempat penyaluran stres, maka si ibu akan menjadi sangat sensitif dan mudah marah. Sasaran terdekatnya tentu adalah suami dan anak-anak.

Jalan yang bisa ditempuh adalah dengan memberikan waktu bagi istri untuk bisa menikmati kopi dan rotinya, berbagi cerita dengan teman-temannya, atau memberikan waktu bagi dirinya sendiri untuk melakukan keinginannya. Mungkin jalan-jalan, mungkin merawat diri, mungkin menikmati alam, dan melakukan hobinya. Suami  sebaiknya memberikan waktu sesaat bagi sang istri, dengan cara  menjaga dan bermain dengan anak-anak. Keributan antar suami istri terkait pengasuhan anak pun dapat berkurang.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here