“A Man Called Ahok” terbukti laris di pasaran mengalahkan film lain yang digadang-gadang bisa mengalahkan atau paling tidak menyaingi film ini. Saya yang pengin nonton di pemutaran perdana tidak bisa karena ada tugas bicara di luar kota. Karena kesibukan yang padat, saya baru bisa menontonnya empat hari setelah film itu beredar.

Sepulang nonton, saya ingin menulis sesuatu untuk www.ributrukun.net  namun, mata yang mengantuk mengalahkan jari yang ingin mengetuk di keyboard laptop. Keesokan harinya, keinginan untuk menulis sudah lenyap.

“Apa yang ingin saya tuliskan?”

“Dari sudut mana lagi saya menuliskannya?”

“Bukankah sudah banyak orang yang mengulas film ini?”

Tiga pertanyaan itulah yang membuat saya membatalkan niat saya untuk menulis tokoh kontroversial ini.

Tiba-tiba saja seorang rekan mengirimi saya video kesaksian Daniel Mananta, pemeran Ahok, di film itu. Hasrat untuk menulis membara lagi. Apalagi saya mendapatkan angle menulis. Setelah saya mendengarkan kesaksian Daniel Mananda, saya langsung buka laptop saya dan inilah yang saya renungkan.

Bagi saya, inilah 3 inspirasi dari pengalaman Daniel Mananta yang berperan sebagai Ahok di film laris itu.

 

1. Untuk memerankan orang sekaliber Ahok, presenter top pun grogi

Diakui atau tidak, Ahok punya nama besar. Buku “Ahok di Mata Mereka” laris manis di pasaran, meskipun dijual satu juta empat ratus rupiah. Di buku ini tidak kurang Presiden Jokowi pun menyumbangkan tulisan di samping banyak nama besar di sana. Anak saya mendapatkan buku ini secara gratis lengkap dengan tanda tangan Ahok. Buku berikutnya “A Man Called Ahok” bahkan difilmkan. Kebesaran nama Ahok inilah yang membuat Daniel Mananta terperanjat saat ditelpon dan diminta kesediaannya untuk memerankan Ahok. Mula-mula dia merasa grogi karena bukan aktor sekaliber Joe Taslim. “Saya dikenal sebagai presenter, bukan aktor,” ujarnya.

Jika seorang presenter kondang saja bisa grogi, maka saat kita mendapatkan tantangan besar, jangan cepat-cepat menolak dan mundur secara teratur.

 

2. Ketimbang terintimidasi dengan kebesaran orang lain mengapa tidak membangkitkan potensi diri sendiri?

Itulah yang menjadi tekad Daniel Mananta. Meskipun merasa bahwa Joe Taslim atau aktor terkenal lainnya lebih cocok memerankan Ahok, Daniel akhirnya berani menantang dirinya sendiri. Jangan sampai kita berada di comfort zone hanya gara-gara takut berkembang.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here