Bertentangan dengan keyakinan saya tentang pernikahan. Bertentangan dengan segala hal yang saya pelajari selama ini tentang pernikahan. Justru kini saya membantu seorang sahabat dalam mengurus perceraiannya.
Bagaimana hal ini bisa terjadi?
Sejak kecil, dalam keluarga saya telah ditekankan bahwa perceraian adalah sebuah aib, sebuah dosa. Hingga beranjak dewasa dan akhirnya berkeluarga, prinsip ini terus melekat dalam diri saya. Ketika seorang sahabat mendatangi saya dengan segala beban beratnya, saya tetap berusaha untuk memberikan prinsip yang saya anut: Seberat apa pun masalahmu, janganlah bercerai dengan suamimu!
Namun masalahnya tak makin selesai. Ia malah semakin menderita. Suaminya terus-menerus bermain dengan wanita lain di luar sana dan jarang pulang ke rumah. Di rumah pun mereka tak lagi bertegur sapa. Bahkan sahabat saya sudah tidak dianggap ada. Percakapan mereka hanya melalui Whatsapp. Itu pun sekadar menanyakan anak-anak. Ia tak lagi dinafkahi secara lahir dan batin.
Melihat tubuhnya yang makin kurus dan wajahnya yang makin kusam, saya yakin, ia sudah berusaha bertahan dengan masalahnya. Namun cukup sudah, cukup baginya. Ia menderita luar dalam. Memang kekerasan secara fisik tak pernah dialaminya, tetapi bagaimana perasaan wanita ketika pria—yang secara sah masih suaminya—terang-terangan memiliki kekasih lain dan lebih memilih wanita itu ketimbang istrinya. Bagaimana perasaan wanita yang tinggal serumah dengan pria yang masih berstatus suami, tetapi lebih memilih berkomunikasi secara intim dengan wanita lain ketimbang dirinya. Pedih, bukan?
Sekali pun pria itu tak pernah mengucap kata maaf atau bertekad untuk berubah demi pernikahan mereka. Bagaikan bertepuk sebelah tangan, sahabat saya berusaha keras mempertahankan pernikahannya. Sebagai sesama wanita, saya akui saya pun tak akan sanggup menghadapinya. Akhirnya, setelah bertukar pikiran sekian lama dengannya, saya pun luluh dengan segala prinsip saya. Ya, mungkin perceraian adalah jalan yang terbaik bagi keduanya.
Apa alasannya?
1. Karena pernikahan telah menjadi Neraka bagi keduanya
Pertengkaran dan perselisihan terus-menerus terjadi. Seberapa pun sahabat saya berusaha untuk menghindari dan diam, suaminya akan naik pitam setiap kali mengeluarkan kata-kata. Kedua anak mereka yang masih kecil pun menjadi saksi mata bagaimana kedua orang yang mereka sayangi terus-menerus saling menyakiti dan saling membenci.
Shalom. Saya mau tanya; Dalam sidang perceraian, si istri gugat cerai suami, karena si istri sudah punya pria lain, namun si istri gugat cerai suami dg berbagai macam tuduhan, tidak bisa menafkafi, dll. Nah, dalam sidang percerain, kan ada bagian ‘Mediasi’, waktu dalam mediasi ini, apa yg harus di lakukan si suami, agar si istri membatalkan gugatan cerainya? Mohon bantuannya. TERIMA KASIH.