Petang itu saat saya duduk di kafe sebuah mal, masuklah tiga pemuda kantoran yang terlihat baru pulang dari tempat kerja. Mereka duduk tepat di sebelah meja saya.
Dari percakapan yang terdengar jelas mereka masih lajang, sebab pembicaraan mereka seputar kriteria pacar ideal. Ada yang kepingin dapat pacar dari anak pengusaha kaya raya, ada yang mencari anak seorang dokter meski secara fisik tidak terlalu cantik, dan ada yang cari pacar dengan kriteria sudah mapan segalanya, baik pekerjaan, rumah maupun harta bendanya.
Rupanya kriteria mencari pasangan zaman ini telah mengalami pergeseran. Kalau zaman dulu wajah ganteng atau cantik ditambah baik hati menjadi kriteria nomor satu. Namun, di zaman sekarang seberapa besar kekayaanlah menjadi ukuran utama. Ya, mungkin karena di era yang makin sulit ini orientasi orang ikut berubah.
Baca Juga: Kaya atau Tampan Itu Sekadar Bonus. Calon Suami Idaman Harus Memenuhi 3 Kriteria Ini, Kamu?
Banyak juga orang yang mengatakan bahwa kunci kebahagiaan adalah kekayaan. Faktanya memang demikian. Sebab jika seseorang memiliki harta berlimpah maka bisa membeli segala keinginannya, bahkan kebahagiaan pun bisa dibelinya. Dengan kekayaan maka seseorang akan dihargai, diperhatikan dan diutamakan.
Contohnya adalah hubungan persaudaraan. Meskipun sesama saudara, namun jika ada yang lebih menonjol secara materi, otomatis dialah yang lebih dihormati, disegani dan diutamakan. Jika saudara yang kaya tersebut ketahuan berbuat salah pun, yang lain segan menegur atau menasihati. Lebih parah lagi, tidak jarang mereka ikut menutupi kesalahannya itu.
Fakta lain lagi mengatakan bahwa kebahagiaan tidak bisa begitu saja diukur dari kekayaan. Kenyataannya banyak orang kaya yang mengakhiri hidupnya secara tragis, atau tetap menjalani hidup tetapi dengan kecemasan dan kekhawatiran, sehingga kebahagiaan yang nampak di luar hanyalah semu belaka.
Lantas, seperti apa patokan hidup bahagia itu?
Memang sangat umum dan luas kalau membahas tentang kunci kebahagiaan, sebab manusia mempunyai ukuran masing-masing dalam menjalani hidupnya. Namun, setidaknya 3 patokan berikut menjadi masukan kita dalam memandang arti kebahagiaan.
1. Jangan jadikan tren sebagai ukuran kebahagiaan
Bicara tentang tren, maka orang, terlebih generasi milenial, akan berlomba-lomba mengikutinya. Mulai dari pamer barang teknologi hingga jelajah dunia. Mulai dari soal eksis di media sosial hingga rela melakukan tantangan video challenge seperti ‘Kiki Challenge’ yang lagi ngetop saat ini.
Tragisnya tidak hanya anak-anak, orang tua pun ingin ikut-ikutan eksis dengan tren yang ada. Alasanya gampang: ngikutin anaknya supaya tidak ketinggalan zaman.
Seorang ibu memasang status di WhatsApp-nya demikian, “Aduh.. bahagianya bisa ngebeliin anakku satu paket mainan Squishy” Atau ibu lain lagi yang memasang status di instagram-nya, “Bahagia itu jika menikmati liburan keluar negeri.”
Tidak ada salahnya mengikuti tren yang ada, tetapi janganlah menjadikan itu sebagai satu-satunya ukuran kebahagiaan. Bukankah kebahagiaan adalah kesenangan dan ketenteraman hidup yang bersifat lahir batin? Misalnya, kehadiran seorang anak bisa mendatangkan kebahagiaan. Saling pengertian antara suami dan istri dalam rumah tangga juga merupakan suatu kebahagiaan tak bernilai. Dan masih banyak contoh lainnya.
Jadi, kebahagiaan tidak bisa diukur dari seberapa banyak barang yang sudah kita miliki, seberapa tempat yang sudah kita jelajahi, dan seberapa eksis kita di media sosial. Terkadang kebahagiaan terwujud ketika orangtua bisa berkumpul dengan anaknya, atau seorang anak merasa bahagia ketika orang tuanya bisa menemani saat dia tampil pertama kali dalam perlombaan renang.
Kebahagiaan terwujud tatkala kita bisa memilah mana yang hanya sekedar aktualisasi diri yang terkadang semu dan mana yang benar-benar memberi kepuasan lahir dan batin pada diri dan keluarga kita.
Baca Juga: Di Hidup yang Aneh Ini, Kita Semua Mencari
2. Jangan menyalahkan keadaan, tetapi berbuatlah sebaik mungkin
“Susah, ya, ngomongin anak-anak zaman sekarang, banyak mokongnya,” keluh seorang ibu kepada sesama orang tua murid di sekolah anaknya.