Telepon genggam saya berdering. Jauh di seberang, sebuah suara yang amat saya kenal terdengar.

Setengah menggoda, saya bertanya, “Ini siapa, ya?”

Namun, yang namanya anak muda, memang lebih pintar menjawab. Godaan balik yang saya terima, “Tuh, kan, udah pikun! Ayo tebak, ini siapa?”

Tawa saya memecah keheningan malam mendengar ‘serangan’ balik itu. “How are you?” tanya saya.

“Just fine,” jawabnya. Biasanya saya cukup acuh tak acuh terhadap jawaban klise seperti itu. Namun, getaran tak biasa yang terdengar saat dua kata sederhana itu terucap membangkitkan tanda tanya besar di hati saya. Saya mencoba menahan rasa ingin tahu yang menggebu dan mendengar lebih lanjut ujarannya.

“Kangen, sudah lama gak ketemu,” ia melanjutkan kalimatnya setelah beberapa detik keheningan yang tak membuat nyaman.

Saya selanjutnya menjadi ekstra hati-hati dalam menanyakan apakah ia sedang menghadapi problema yang serius. Namun, responsnya sungguh menyesakkan dada.

Seketika, isak tangis pecah dari ujung sana.

 

Malam itu, dengan perasaan berat saya mendengar pengakuan dari seorang anak baik-baik – bahkan bisa dikatakan ‘saleh’ – yang pernah saya kenal.

Ia hampir menyerahkan ‘permata’ miliknya yang sangat berharga, yaitu kehormatannya kepada pacarnya. Untungnya, tepat ketika penetrasi hampir terjadi, ia tersadar. Seketika ia memutuskan menghentikan semuanya.

Penolakan tersebut membuat pacarnya amat tersinggung dan meledak dalam kemarahan. Sampai akhirnya lelaki itu pergi dan memutuskan hubungan mereka.

“Apa alasannya?” tanya saya.

Ia dianggap menginjak-injak cinta yang telah mereka bangun bersama.

Kalau cinta adalah pendorong utama untuk berhubungan seks, mengapa harus terhenti begitu saja? Karena ragu? Ragu berarti tidak cinta!

 

Dengan gundah, pemudi itu bertanya kepada saya, “Bagaimana caranya agar saya bisa membedakan cinta dan cinta yang tergila-gila, alias nafsu?”

Kebingungan untuk membedakan yang mana cinta sejati dan yang mana nafsu bukan hanya dialami pemudi ini. Banyak kaum muda lain mengalami kegalauan serupa.

Inilah 4 perbedaan antara cinta sejati dengan nafsu:

 

 

1. Menghargai batasan atau merampas kehormatan demi mengejar kenikmatan?

Saya berkesempatan berbicara dengan seorang siswa yang ditarik mundur dari sekolah oleh orang tuanya karena dilaporkan telah berhubungan seks dengan siswi-siswi yang bergantian menjadi pacarnya.

“Kenapa kamu tega melakukan itu kepada pacar-pacarmu?” tanya saya.

“Memang saya pacaran untuk bisa ‘begituan’!” jawabnya menantang, tanpa keraguan sedikit pun.

Inilah kenyataan pahit yang harus disadari oleh semua perempuan:

Memang ada lelaki-lelaki tertentu yang menjadikan seks dan hanya seks sebagai tujuan berpacaran.

Memang ada lelaki-lelaki tertentu yang menjadikan seks dan hanya seks sebagai tujuan berpacaran. Share on X

 

Lelaki tipe ini bisa kita sebut ‘pemangsa’, mengejar perempuan sekadar untuk memuaskan nafsu. Menggunakan segala kelebihan yang dimiliki, apakah wajah tampan, uang berlimpah, atau kemampuan berkata-kata manis, mereka melakukan apa saja untuk menaklukkan perempuan yang mereka inginkan.

Umumnya, lelaki tipe ini mudah bosan. Mereka tidak segan ‘membuang’ pacar mereka setelah mendapatkan apa yang mereka inginkan – seks. Tidak sedikit pula yang bersikap kasar, baik dengan tindakan maupun perkataan.

Banyak perempuan menderita fisik dan mental karena terjebak lelaki tipe predator ini. Mereka memilih setia, bertahan dalam hubungan yang penuh kekerasan karena merasa diri sudah tidak virgin dan tidak layak mendapatkan lelaki yang lebih baik.

Di sisi lain, ada juga lelaki yang bahkan setelah berpacaran bertahun-tahun tidak pernah melakukan ‘apa-apa’ dengan pacarnya. Bahkan, berciuman bibir pun dilakukan pertama kali saat pernikahan.

Lelaki ini sering sekali digoda, bahkan disebut ‘bodoh’ karena pilihannya itu. Menanggapi ejekan-ejekan yang ditujukan kepadanya, dengan tegas ia menjawab,

“Saya mau menjaganya dengan penuh hormat. Ciuman bibir itu membangkitkan nafsu. Kalau perempuan belum pernah dibangkitkan nafsunya, saya pun sebagai laki-laki tidak terlalu berat untuk mengendalikan diri.”

Dia yang hanya bernafsu padamu akan berusaha keras dengan berbagai modus untuk menaklukkanmu. Namun, dia yang sungguh-sungguh mencintaimu akan dengan hati-hati dan teliti menjaga agar milikmu yang berharga tetap menjadi milikmu.

 

 

2. Memikirkan jauh ke depan atau saat ini saja?

Sebuah keluarga dikejutkan dengan keberadaan sebuah keranjang berisi bayi di depan rumah. Rumah mereka memang dikelilingi oleh beberapa perguruan tinggi. Mereka menduga, bayi tersebut hasil hubungan sepasang pelajar belia yang bersekolah di sana.

Nafsu memang tidak pernah peduli masa depan. Semua harus dilakukan dengan cepat. Saat ini juga!

Tragisnya, nafsu yang serampangan akan memandang kehamilan sebagai konsekuensi yang terlalu besar. Dan akan memilih untuk membuang anak atau aborsi, daripada masa depan bubar.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here