Sadar atau tidak, kita semua memiliki kekuatan super.

Kekuatan super ini kita miliki dalam bentuk kata-kata yang kita keluarkan. Dan, sedikit banyak, kita semua sudah pernah merasakan dampak kekuatan dari kata-kata yang diucapkan.

Seperti yang dikatakan Andy Stanley,

Hidupmu dan hidupku sedikit banyak telah dibentuk oleh kalimat yang diperkatakan kepada kita, tentang kita, dan di atas kita.

 

Berapa banyak kenangan tentang masa kecil kita yang dipengaruhi oleh kata-kata yang kita dengar? Dan seberapa pentingnya kata-kata yang diucapkan, atau tidak diucapkan, mempengaruhi kualitas sebuah relasi?

Kata-kata bukan saja mempengaruhi rasa percaya diri seseorang, tetapi kata-kata juga menjadi kacamata yang kita kenakan ketika kita menilai orang yang sedang memandang kita dari depan cermin.

Sama seperti Brad Metlzer, yang bertumbuh menjadi penulis novel terkenal karena perkataan gurunya, “Kamu bisa menulis,” demikian juga banyak diantara kita yang mendapatkan rasa percaya diri lewat kata-kata yang diucapkan di atas kita.

Akan tetapi, sayangnya, tidak semua kata-kata yang diucapkan bersifat positif.

 

Sehabis memberikan kuliah di sebuah universitas, seorang dosen didatangi oleh seorang mahasiswa. Pemuda ini berkata bahwa ia sangat sulit mengampuni ibunya. Pemuda ini kemudian bercerita tentang tudingan dan label yang diberikan oleh ibunya kepadanya. Ia bahkan bisa dengan jelas menggambarkan waktu, pakaian, dan posisi tubuh ketika kalimat-kalimat itu diucapkan.

Dosennya kemudian bertanya, “Bagaimana kondisi ibumu saat ini? Dia sudah umur berapa, sih?”

“Ibu saya sudah meninggal sejak setahun yang lalu, Bu,” jawab mahasiswa itu.

Dengan terkejut, dosen ini kembali bertanya, “Memangnya kapankah peristiwa menyakitkan itu terjadi?”

“Ketika saya TK, Bu.”

Sama seperti pemuda itu bisa menggambarkan dengan jelas bagaimana ibunya membuka pintu dan menghinanya di hadapan pembantunya, banyak dari kita juga yang membawa luka seumur hidup karena kata-kata yang diucapkan kepada kita.

Baca Juga: Meskipun Saya Setuju Tuhan Tidak Menyukai Perceraian, Tetap Saya Tidak Bisa Menahan Diri untuk Mengatakan Ini

 

Besarnya harga yang harus dibayar karena kata-kata yang diucapkan tentang kita bisa kita lihat dari cerita cinta seorang anak SMA bernama Sean.

Jalinan kasih yang baru akan dimulai setelah cintanya diterima harus putus karena kata-kata. Saat itu Sean tidak mengerti apa yang telah terjadi. Dari sudut pandangnya, ia tidak melakukan apa-apa yang menyakiti. Ia sudah memberikan cintanya, sepenuhnya, untuk sang kekasih.

Apa yang telah terjadi?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here