Lama tak berjumpa dengan sobat yang tinggal di luar pulau tentunya membuat kami sangat gembira ketika bersua kembali. Kami pun saling bertukar kabar. Namun, perjumpaan yang menggembirakan itu rupanya membawa kabar menyedihkan.

Ternyata dia memutuskan pulang ke kampung halaman untuk selamanya karena telah bercerai dengan suaminya yang sudah tak bisa menafkahi dan membiayai kehidupan keluarganya.

Masih kasus serupa, ada pula seorang teman yang menceritakan kehidupan rumah tangganya tanpa bermaksud mengadu atau mencari pembenaran diri. Bukan perkara mudah baginya untuk mengungkapkan prahara yang sedang dihadapinya seorang diri. Namun, ketika suaminya tak lagi bekerja dan tak mampu membayar operasional rumah tangganya, dia tetap memilih untuk tinggal seatap dengan suami yang notabene tak berpenghasilan.

Inilah tiga hal penting yang membuatnya tetap mampu bertahan hidup dengan suami yang demikian:

 

1. Terima Realita yang Ada, tetapi Bukan Pasrah

Memiliki suami tak berpenghasilan tentu akan membuat istri uring-uringan, bukan? Tiap hari omelan dan amarah istri mungkin akan menjadi santapan rutin suami. Bukankah itu wajar?

TIDAK! Karena memang bukan omelan dan caci maki yg diharapkan suami dari istrinya, tetapi penerimaan.

Ya, ketika istri dan anak-anakĀ mau menerima kenyataan bahwa suami atau ayah mereka tak lagi bekerja seperti dahulu kala dan mampu menyesuaikan diri dengan keadaan ekonomi keluarga yang semakin menurun, hal itu akan membuat keluarga tetap utuh.
Menerima apa adanya bukan berarti pasrah pada keadaan. Hal itu berarti membuka mata hati kita untuk menatap masa depan bersama-sama. Roda kehidupan boleh berputar, posisi kita saat ini bisa jadi berada di bawah, tetapi belum tentu besok keadaan akan tetap sama. Jika semangat hidup kita terus dipacu dan kita pun bersandar kepada pertolongan Tuhan, niscaya roda itu akan berputar kembali dan kita pun bisa kembali ke atas.

 

 

2. Tingkatkan Maskulinitas Suami, Bukan Malah Merendahkannya

Meremehkan dan merendahkan kualitas hidup suami sama halnya dengan menyudutkan pasangan di pojok ruangan hingga tak bisa berkutik lagi. Alhasil, suami tak lagi produktif dan kualitas hidup makin menurun. Keluarga pun akhirnya makin kecewa, bukan?
Nah, daripada seperti itu,

lebih baik istri terus menumbuhkan rasa percaya diri suami agar suami makin merasa bahwa dirinya masih berharga dan berguna bagi keluarganya.

Ketika suami merasa bahwa dirinya masih dibutuhkan oleh pasangan dan anak-anaknya, maskulinitas suami pun akan meningkat dan itu sangat memengaruhi produktivitasnya. Meskipun tak bisa menafkahi secara lahiriah, tetapi secara batiniah tetap terjaga.
Tak berpenghasilan bukan berarti tak bisa bekerja melakukan banyak hal yg bermanfaat, bukan?

 

 

3. Tutupi Kekurangan Suami dengan Kelebihan Istri, Bukannya Bercerai

Bercerai karena suami tak bisa mencukupi kebutuhan ekonomi bukanlah solusi yang tepat! Coba ditelisik kembali, apa tujuan pernikahan kita?
Jika cinta kita hanyalah sebatas uang, jangan harap pernikahan akan tetap langgeng selamanya; sekalipun itu dengan pasangan lainnya. Toh, keadaan ekonomi dunia juga tak pernah menentu, jadi keadaan ekonomi rumah tangga pun bisa berubah sewaktu-waktu.
Daripada mengumbar kekurangan dan kelemahan suami yang kurang berkontribusi dalam kehidupan keluarga, alangkah baiknya istri yang adalah penolong sepadan bagi suaminya justru menopang dari belakang. Share on X

Mem-back up agar suami selalu tampil terhormat. Bukankah kasih selalu menutupi segalanya? Termasuk menutupi kekurangan pasangan dengan kelebihan kita tentunya.

Let’s be a wise wife!

 

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here