Beberapa waktu yang lalu, saya berbincang dengan anak pertama, Alden, yang akan berusia 12 tahun di akhir tahun ini.
Percakapan kami membahas kabar di media sosial tentang seorang anak yang sudah beberapa hari pergi meninggalkan rumah. Syukurlah sekarang anak itu telah ditemukan orang tuanya.
“Hubungan ayah dan anak itu tidak ada yang tanpa masalah. Pasti ada masalah, tapi tidak boleh pergi tanpa pamit. Malah nambah masalah baru,” begitu pesan saya.
“Iya, Pa,” begitu jawab Alden singkat.
“Someday, Ben [begitu saya memanggilnya], Papa juga akan pergi untuk selamanya. Papa akan meninggal dunia. Kamu tahu orang kalau meninggal ke mana?”
“Surga, Pa,” kembali saya mendengar jawaban singkat.
“Kalau saat itu terjadi, apa yang kamu lakukan?” tanya saya lebih jauh.
“Nggak tahu. Nangis, mungkin?”
“Suatu saat, Ben, kamu juga akan pergi meninggalkan rumah ini, meninggalkan Papa-Mama. Tugas Papa Mama itu bukan menahan kamu di rumah ini, tapi mempersiapkan kamu untuk pergi. Pergilah sejauh yang kamu inginkan,” kalimat-kalimat ini akhirnya meluncur dari bibir saya.
Sebagai suami-istri, kadang kala saya berbeda pendapat dengan istri. Bagi saya, jika sang anak bersedia, ia ingin bersekolah ke luar kota pada usia muda pun saya tak berkeberatan. Namun, istri yang juga mama bagi anak-anak, selalu punya perspektif yang berbeda, bukan?
Cepat atau lambat anak-anak akan pergi meninggalkan rumah. Biarlah itu kepergian yang direncanakan dan sudah dipercakapkan, dan bukan yang tak terduga.
Ya, saya rasa begitulah tugas orang tua.
Bukan menahan anak untuk selama-lamanya bersama. Namun, mempersiapkan anak untuk meninggalkan rumah, pada waktunya. Share on X
Kahlil Gibran, penyair tersohor dari Lebanon itu pernah menulis:
Your children are not your children.
They are the sons and daughters of Life’s longing for itself.
They come through you but not from you,
And though they are with you, yet they belong not to you.
You may give them your love but not your thoughts.
For they have their own thoughts.
You may house their bodies but not their souls,
For their souls dwell in the house of tomorrow, which you cannot visit, not even in your dreams.
Dalam kesadaran akan batas waktu yang ada, kebersamaan menjadi punya makna.