Dunia memang sudah sangat berubah, begitu juga dalam hal hubungan pranikah di kalangan anak muda. Dengan alasan-alasan tertentu, mereka dengan mudahnya jatuh cinta. Saya sebenarnya tidak yakin istilah ‘jatuh cinta’ itu tepat, tetapi setidaknya itulah yang mereka pikir sedang mereka rasakan.
Secepat dan semudah ‘jatuh cinta’, secepat dan semudah itulah mereka memutuskan hubungan. Di satu sisi, saya dapat memahami ketika mereka berkata bahwa lebih baik putus daripada menikah tapi bermasalah.
Akan tetapi, sebenarnya masalah bisa dihindari jika sebelum menyatakan cinta mereka melakukan pengecekan lebih teliti mengenai orang yang dengannya mereka sedang melakukan PDKT. Ada ungkapan, “Sebelum menikah buka mata, buka telinga lebar-lebar. Setelah menikah, tutup mata tutup telinga rapat-rapat.”
Saya tumbuh sebagai seorang remaja pria yang tidak terlalu percaya diri dan cenderung pemalu. Bahkan hingga memasuki masa kuliah sambil bekerja, saya masih merasa begitu.
Di masa SMP, saat teman-teman sebaya berani mulai berpacaran, saya tidak. Perasaan suka atau simpati pada teman wanita mungkin ada, tetapi saya tidak berani mengungkapkannya. Saya merasa belum benar-benar yakin dengan perasaan saya sendiri. Saya malah pernah ‘ditembak’ duluan oleh adik kelas saya saat itu. Bisa dikatakan bahwa masa-masa itu saya masih melakukan screening ketat terhadap teman-teman wanita yang dekat dengan saya.
Sampai akhirnya, sekitar 14 tahun yang lalu, seorang gadis benar-benar mencuri perhatian saya. Ia mungkin tidak sempurna seperti yang saya bayangkan atau inginkan, tetapi saya tahu dan yakin, dialah gadis yang saya butuhkan.
Saya pun mulai mencoba mendekatinya. Proses PDKT tidak berjalan terlalu sulit, karena kami terlibat dalam organisasi pemuda remaja di gereja yang sama. Setelah beberapa saat lamanya melakukan pencarian informasi dan PDKT, saya akhirnya berani menyatakan perasaan saya kepadanya.
Yang menarik adalah
dia adalah pacar pertama saya. Demikian juga sebaliknya, saya adalah pacar pertamanya.
Setelah kurang lebih tiga tahun berpacaran, kami memutuskan untuk menikah.
Tahun lalu, kami melewati sepuluh tahun pertama pernikahan kami. Dengan segala pernak pernik, riak-riak, dan berbagai macam emosi di dalamnya, kami semakin mengenal satu dengan yang lain. Kami semakin yakin bahwa pilihan dan keputusan untuk menikah yang kami ambil adalah pilihan dan keputusan yang benar.
Inilah beberapa hal yang kami lakukan, bahkan sejak masa PDKT, sehingga kami merasa cukup sekali pacaran untuk dengan mantap memutuskan menikah:
1. Libatkan Keluarga
Bagi kami, ini mutlak dilakukan. Karena pernikahan – sebagai proses lanjutan dari pacaran – bukan sekadar tentang dua orang saja, tetapi juga dua belah pihak keluarga.
Sejak masa PDKT, kami berusaha saling mengenal keluarga masing-masing, bahkan hingga lingkup keluarga besar. Salah satu hal yang saya lakukan dulu adalah mendekati adiknya dan menawarkan diri untuk mengajarinya bahasa Inggris. Dan cara itu berhasil!
Setelah mengenalkan pasangan, jangan lupa untuk minta pendapat orang tua dan saudara tentang pasangan kita.
2. Libatkan Teman-Teman
Salah satu cara yang saya lakukan adalah mengajaknya bermain bulu tangkis bersama dengan geng saya. Sedangkan dia sering mengajak saya untuk bertemu dengan sahabat-sahabatnya.
Libatkan teman-teman dekat sejak masa PDKT. Masukan dari mereka sangat berarti untuk menentukan langkah berikutnya dalam hubungan kalian.
3. Libatkan Pemimpin Rohani
Last but not least, kami juga melibatkan pemimpin rohani dalam hubungan kami. Kami secara terbuka menjelaskan hubungan yang sedang kami jalani, minta doa serta bimbingan agar hubungan itu menjadi hubungan yang sehat, produktif, dan membawa kami semakin dekat dengan Tuhan.
Ketika jatuh cinta, kita cenderung untuk membutakan mata, terbuai dengan indahnya perasaan sehingga cenderung tidak obyektif dalam menilai pasangan. Di awal hubungan yang terlihat biasanya hanya hal-hal yang bagus, menyenangkan saja. Akan tetapi, lambat laun ketika pengenalan kita semakin mendalam, tirai perlahan mulai terbuka. Ternyata banyak hal tidak sesuai harapan awal kita.
Ketika saat itu datang, pikiran kita bisa jadi dipenuhi dengan keraguan untuk terus melanjutkan hubungan. Masukan dari keluarga, teman-teman dekat, dan pemimpin rohani akan menjadi sangat berharga dan membuat kita dapat kembali berpikir jernih sebelum mengambil keputusan.
Keputusan sepenuhnya di tangan kita. Keputusan perlu diambil dengan kesadaran penuh dan dilandasi pemahaman bahwa ada konsekuensi yang besar atasnya.
Seperti petinju yang memukul dengan tujuan, seperti penembak jitu yang menembak tepat sasaran, sekali pacaran langsung menikah bukan khayalan. Share on XSaya dan istri sudah membuktikannya.