Seperti halnya mendirikan sebuah bangunan, apa yang menjadi dasar hubungan cinta amat menentukan keberlangsungan pernikahan kita. Jika hubungan dibangun di atas dasar yang baik, dampaknya akan baik pula bagi hidup pernikahan kita kelak.

Karenanya, mari selami hati kita yang terdalam dan selidiki terlebih dahulu: landasan cinta seperti apa yang sedang kamu bangun saat ini?

Dari delapan jenis cinta ini, termasuk yang manakah kamu dan pasanganmu?

 

1. Cinta Egois

“Saya mencintaimu karena kamu bisa memenuhi kebutuhan saya, baik ekonomi, perasaan aman dan nyaman, harga diri dan status sosial. Selama kamu masih sanggup membahagiakanku dengan semua kebutuhan itu, aku akan selalu mencintaimu.”

Cinta seperti ini sungguh egois. Orang dengan cinta seperti ini menikah dengan tujuan memuaskan diri sendiri semata.

 

2. Cinta Serial

“Setiap orang bisa berubah, situasi pun tentu ikut berubah. Sepertinya amat tidak realistis bila memaksakan kontrak pernikahan seumur hidup, hanya akan membuat hidup ini membosankan. Mungkin bisa berkompromi, tetap monogami tetapi menikah beberapa kali. Terasa lebih realistis, bukan? Setidaknya bisa membuat hidup menjadi lebih hidup!”

Di zaman ‘modern’ ini semakin banyak orang berpikir demikian. Cinta sekali untuk selamanya dianggap lelucon saja. Menduakan pasangan seakan sudah jadi kewajaran.

 

3. Cinta Suam-suam Kuku

“Selama pernikahan itu bisa membuat bahagia, teruskan. Tapi jika di tengah jalan kami mengalami ketidakcocokan, atau problem terus menerus bertambah, maka saya butuh kebebasan untuk keluar dari kehidupan pernikahan yang penuh malapetaka. Hidup ini terlalu singkat untuk dijalani dengan penderitaan!”

Cinta yang dipengaruhi kondisi dan suasana hati seperti ini biasanya hanya mampu bertahan seumur jagung saja.

 

4. Cinta Trial

“Bagaimana kalau ternyata kami tidak cocok? Tahu dari mana kami cocok untuk menikah? Karena itulah kami memilih untuk hidup bersama lebih dahulu agar kami bisa mencoba dan menguji, apakah kami cocok untuk menikah.”

Makin marak di zaman ini pemikiran keliru semacam ini:

Lebih baik uji coba dulu sebelum pernikahan berlangsung. Jika tidak cocok, masih bisa bubar dan mencari pengganti lain. Setidaknya tidak terlalu menanggung malu, toh janur kuning belum melengkung.

Cinta, kok, dicoba-coba?

 

 

5. Cinta Harta

“Saya hanya mau menikah jika ada perjanjian pranikah tertulis dengan pengelolaan keuangan terpisah dan pembagian harta yang pantas jika pernikahan kelak tak bisa dipertahankan. Saya belajar dari melihat pengalaman rumah tangga orang lain, mengalami kegagalan, bercerai, dan salah satu pihak dirugikan.”

Oh, alangkah bodohnya bila ada yang mengawali sebuah pernikahan dengan pemikiran akan bercerai.

Buang jauh-jauh pemikiran semacam itu. Apa pun alasannya, perceraian selalu memakan korban. Selalu ada yang dirugikan, walaupun kita bisa mempertahankan harta kita sendiri. Lagi pula, bukankah ketika kita dipersatukan Tuhan dalam pernikahan yang kudus, kita dan pasangan telah menjadi kesatuan yang utuh?

 

6. Cinta Bebas

“Kenapa harus menikah? Saya mandiri dan bebas menikmati hidup sendiri, bahkan saya bisa berhubungan romantis dengan siapa pun sesuka saya tanpa terikat peraturan pernikahan. Saya juga tak perlu takut mengalami perceraian jika nantinya hubungan tak berjalan sesuai harapan.”

Pemikiran seperti ini semakin banyak ditemui di kehidupan yang semakin metropolis. Banyak alasan yang mendasari. Namun, jika ditelisik lebih dalam, jauh di dalam hatinya,

Setiap manusia mendambakan kehidupan pernikahan yang indah. Hanya saja dibutuhkan tekad dan komitmen yang kuat untuk memperolehnya. Dan tidak semua orang mau memperjuangkannya. Click To Tweet

 

7. Cinta Mitos

“Seandainya saya menikah, saya akan bahagia dan puas. Saya memiliki keluarga, anak-anak, dan rumah sendiri. Saya akan lebih percaya diri dan produktif karena saya tidak sendirian lagi.”

Realitanya?

Berapa banyak orang yang menikah dan bersedia menanggalkan ego? Relakah menyingkirkan me time demi kebersamaan dengan keluarga? Cukup rendah hatikah untuk mengubah diri sendiri daripada memaksakan pasangan untuk berubah?

Pernikahan bahagia bukan mitos, tapi realita juga seringnya tidak seindah impian. Diperlukan komitmen untuk mewujudkan impian menjadi kenyataan. Click To Tweet

Baca Juga: Pernikahan Bukanlah Pencapaian Tertinggi dalam Hidup. Perempuan, Hiduplah Lebih dari Sekadar Itu

 

8. Cinta Sejati

“Saya sungguh mencintaimu. Godaan dan cobaan akan selalu ada, tetapi itu ujian. Hubungan kita akan semakin kuat jika kita mampu melewati semua dengan komitmen dan ketulusan.”

Inilah cinta yang kita harapkan, bukan? Akan menjadi kenyataan jika kita mau saling menolong dan terlebih dahulu menjadi penolong yang sepadan bagi pasangan kita.

 

Jadi, yang manakah cinta yang sedang kamu jalani saat ini? Selamat mendeteksi diri.

 

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here