Karena Ada Kekecewaan

Ibu Damaris merupakan seorang janda tua yang telah ditinggal suami sejak anak-anaknya masih sangat kecil. Ia sangat terpukul dengan kematian suaminya. Ia tak dapat membayangkan bagaimana harus menjalani kehidupan dengan tugas membesarkan ketiga orang anaknya. Akibat tekanan batin itu, ia mengidap stres yang berkepanjangan. Hal itu membuatnya sering melantur tak jelas dan kadang amat sensitif terhadap orang-orang di sekitarnya.

Meskipun memiliki penyakit seperti itu, ia tetap berusaha sebaik mungkin untuk bekerja. Ia masih ingat tanggung jawabnya sebagai seorang ibu untuk melayani anak-anaknya. Bahkan, jika ia harus menjual darahnya demi anak-anaknya dapat makan, ia rela.

Namun sayangnya, pengorbanannya sebagai seorang ibu tidak setimpal dengan balasan yang ia terima dari anak-anaknya. Hal ini dikarenakan kesibukannya dalam bekerja membuatnya tidak dekat dengan anak-anaknya. Bahkan, tidak jarang ia membuat masalah di luar rumah dan membuat malu anak-anaknya. Sering kali anak-anaknya pun enggan mengakuinya sebagai ibu.

Suatu kali, saya mendengar isak tangis kecil di dalam gereja. Ketika saya intip, ternyata itu adalah Ibu Damaris. Saya melihatnya sedang berdoa sambil menangis. Tanpa sengaja, saya mendengar isi doanya.

Ya Tuhan … jadikan aku sebagai mama yang sempurna bagi anak-anakku …

Ia mengucapkan kalimat itu berulang-ulang kali. Kemudian hari, saya baru tahu kalau anak-anaknya melarikan diri dari rumah karena tidak tahan tinggal serumah dengannya. Baginya, itu akibat dari kesalahannya selama merawat anak-anaknya. Ia terlalu peduli soal uang dan kerap kali meninggalkan anak-anaknya.

Seandainya dapat memutar waktu, ia akan memperbaiki segala keadaannya. Ya, kesalahan yang besar memang kerap mendatangkan kekecewaan yang mendalam.

Karena Ada Penderitaan

Kekecewaan melahirkan penyesalan. Kemudian, penyesalan akan melahirkan penderitaan.

Penyesalan itu terkait dengan sistem memori dan perasaan manusia. Ketika seseorang mengingat kesalahan yang ia perbuat, otomatis kenangan yang buruk akan muncul. Dan ketika itu muncul, ia akan mengalami penderitaan yang besar.

Entah mengapa, memori tentang hal-hal yang membawa sukacita tidak akan bertahan lama di pikiran seseorang. Namun, berbeda halnya dengan kisah yang sedih. Ia dapat bertahan lebih lama dari apa yang dapat diberikan oleh memori sukacita.

Suatu kali, seorang bijak pernah menceritakan sebuah kisah yang amat lucu kepada audiensnya. Setelah audiensnya tertawa terbahak-bahak, ia menceritakan kisah yang lucu itu untuk yang kedua kalinya. Tawa masih membahana di sekeliling ruangan. Untuk ketiga kalinya, ia menceritakan ulang kisah lucunya itu tadi. Masih ada sedikit suara tertawa yang dapat didengar. Lalu, untuk keempat kalinya ia menceritakan kisah yang sama. Kali ini tidak ada lagi yang tertawa.

Sambil mengangkat muka dan menatap mata audiensnya ia berkata,

“Mengapa untuk kisah lucu yang sama kamu tidak bisa tertawa berulang-ulang kali, tetapi untuk kisah yang pedih, kamu bisa menangis berulang-ulang kali?”

Kisah ini merupakan kisah yang menarik. Ada banyak makna yang dapat diambil, tetapi tak dapat dipungkiri kalau kisah ini mengangkat sebuah realita dalam kehidupan manusia. Orang mudah bersukacita, tetapi orang tidak mudah berdukacita. Pasalnya, sukacita hanya sensasi sesaat, tetapi dukacita memberikan efek berkepanjangan bagi yang mengalaminya. Hal itu kita kenal dengan kata “PENDERITAAN”.

Seandainya dapat memutar waktu, kesalahan dapat diperbaiki dan penderitaan dapat dicegah, bukan?

Kita Butuh Penerimaan

Lalu bagaimana? Mesin waktu tidak ada dan tidak akan pernah ada.

Tidak ada yang dapat memutar waktu. Satu-satunya cara adalah dengan menerima apa yang telah terjadi.

Selama seseorang menolak keadaan yang pernah terjadi, selamanya ia akan terus tersiksa dengan apa yang telah terjadi dalam kehidupannya. Maka itu, kesalahan yang telah lalu harus diterima sebagai pelajaran yang baik sambil membenahi diri untuk tidak mengulanginya lagi.

Di Sanalah Kita Butuh Sang Penyembuh Hati

Tidak ada seorang pun yang tidak pernah membuat kesalahan. Tidak ada seorang pun yang tidak pernah merasa kecewa, yang kemudian mendatangkan malu, penyesalan, dan penderitaan. Semua orang pernah mengalaminya.

Luka inilah yang menjadi alasan bahwa kita butuh SANG PENYEMBUH. Mungkin Tuhan tidak akan mengubah apa yang telah terjadi. Sejarah tetaplah menjadi sejarah. Kenangan tetaplah kenangan. Kesalahan tetaplah menjadi kesalahan.

Namun, satu hal yang bisa Tuhan lakukan untuk kita, yakni mengubah hati untuk menerima keadaan yang terjadi sebagai sesuatu yang memiliki maksud baik.

Baca Juga:

Kamu Masih Punya Masa Depan, Seburuk Apa pun Kesalahanmu di Masa Lalu. Hidupmu Tidak Sempuran, Bukannya Tidak Berharga

Tak Pernah Kehidupan Mengambil dari Kita, Selain untuk Mengganti dengan yang Lebih Baik. Lebih Baik di Mata Sang Empunya Kehidupan

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here